Langsung ke konten utama

Penggembala Kambing

“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan ia pernah menggembala kambing.” Para shahabat bertanya, “Baginda juga?” Rasul menjawab, “iya aku pernah menggembala kambing milik penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.” Pengalaman Rasul sebagai penggembala kambing berarti banyak dalam pembentukan karakter beliau. Konon, setiap jenis hewan memberikan pengaruh yang berbeda kepada penggembalanya.

Menggembala kambing dapat menjadi sebab tumbuhnya kelembutan dan kasih sayang. Setiap penggembala biasa mengurusi kambing yang sakit, luka hingga melahirkan. Hal tersebut memantik cinta yang lebih murni tanpa tendensi. Jika seseorang telah mampu mencintai dan bersabar dengan binatang, mereka akan lebih menghargai kehidupan sesama manusia.

Di masa itu para penggembala biasa bermalam bersama gembalaan mereka di lembah-lembah. Malam yang teramat dingin dan siang yang terlampau panas tak mengendorkan ketelatenan mereka dalam menunggui rerumputan terlumat geraham hewan ternak. Hal ini tentu saja menempa ketahanan fisik dan menguatkan kesabaran. Dua karakter ini akan sangat berperan di masa dakwah yang penuh aral.

Keberanian adalah modal pokok di masa jihad yang tidak menyisakan ruang untuk orang-orang bernyali ciut. Para penggembala adalah kumpulan pemberani. Mereka harus senantiasa siaga menghadapi serangan hewan-hewan liar yang bisa datang kapan saja. Kelengahan dapat berakibat fatal bagi hewan gembalaan maupun penggembala. Perampok dan penyamun juga tak kalah mengerikan dari kumpulan serigala.

Menggembala menumbuhkan berbagai karakter lain yang dibutuhkan para rasul. Setiap noda dan kotoran yang menempel di tubuh penggembala adalah wasilah merontokkan keangkuhan. Menggembala merupakan jalan mendapatkan nafkah yang halal dan meraih kebebasan jiwa. Malam sunyi di lembah berumput memberikan ruang berfikir, merenungi hakikat kehidupan. Para penggembala juga dibiasakan menghargai diri sendiri sebab mereka tak perlu menjilat demi keuntungan lebih. Demikianlah, setiap episode kehidupan Rasulullah adalah lautan hikmah yang tak habis diciduk para pemikir. Wallahu a’lam.

Syair "mending tuku sate, timbang tuku wedhuse" tidak selalu benar!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pencil, Penis Kecil

  Aristophanes, penulis drama masa Yunani Kuno menggambarkan ciri-ciri pria ideal sebagai “dada yang berkilau, kulit cerah, bahu lebar, lidah kecil, bokong kuat, dan penis kecil”. Patung-patung pria Yunani yang kita lihat di internet nampaknya memvalidasi ucapan Aristophanes, penis mereka imut! Bagi orang-orang Yunani Kuno penis kecil adalah penanda seseorang tidak dikalahkan oleh nafsunya. Itulah sebabnya patung dewa atau pahlawan memiliki penis yang kecil dan tidak ereksi. Penis besar adalah milik orang-orang bodoh yang logikanya dikalahkan oleh nafsu syahwat. Satyr sing manusia setengah kambing yang suka mabuk adalah salah satu yang divisualisasikan memiliki penis besar. Perkara penis pernah jadi tema penting di beberapa peradaban. Britania Raya era Victoria pernah dirisaukan bukan karena ukuran penis mereka tapi karena warganya yang hobi mengocok penis alias onani. Onani nampaknya memang dibenci banyak pihak. Injil pun menceritakan kebencian tuhan kepada Onan yang membuang-buang

Biner

Saya pernah mengikuti seleksi kerja yang cukup menjanjikan, nilai ujian tulis saya aman, sesi ujian lainnya juga lancar. Saya optimis lulus tapi kenyataan tidak, ternyata sudah ada nama yang dipastikan lulus sebelum ujian dimulai. Dia tidak lolos ujian tulis lalu panitia mengubah ambang batas kelulusan menyesuaikan nilainya. Alhasil, pekerjaan itu tidak saya dapatkan tapi saya belajar bahwa hidup ini tidak hitam putih. Secara teknis saya gagal tapi situasinya tidak sesederhana itu, ada faktor yang tidak bisa saya kendalikan yang membuat tidak adil jika pilihannya hanya gagal dan sukses. Saya tidak sedang menghibur diri tapi hidup memang tidak selalu menyajikan dua pilihan yang berlawanan. Selalu ada wilayah abu-abu. Ketika nenek moyang kita masih hidup di alam liar bersama predator mereka dituntut untuk berpikir cepat antara bertarung atau lari. Hanya ada dua pilihan. Pola pikir sederhana ini menentukan hidup dan mati mereka. Cara berpikir yang menyederhanakan pilihan-pilihan kompleks

Zina

Tidak ada pelaku zina yang dirajam di masa nabi kecuali atas pemintaan sendiri. Tidak ada satu pun catatan dari kitab-kitab sirah yang menceritakan adanya operasi tangkap tangan pelaku zina. Masa nabi tak berjarak jauh dari masa jahiliah, perbuatan zina bukan hal yang sulit dicari tapi muslimin tak sibuk mencari-cari aib saudaranya sendiri. Sikap welas asih Islam lebih dominan dari ketegasan hukumnya. Abu bakar pernah dicurhati pelaku zina tapi Abu Bakar menyuruhnya menutup aib itu. Umar yang dikenal keras pun berlaku sama, memberikan kesempatan hidup bagi pelaku zina. Para sahabat tidak berambisi untuk menghukum pelaku dosa privat selama bukti-bukti belum terpenuhi, apalagi pelakunya menunjukkan kesungguhan bertaubat. Saat Maiz bin Malik menemui nabi untuk mengakui perbuatan zinanya, nabi berulang kali memalingkan wajah, tak ingin menanggapi. Maiz lantas memaksa sampai-sampai nabi tak bisa menghindar lagi. Dalam riwayat yang lain, ada seorang perempuan meminta hukuman atas perbuatan z

Keajaiban

Aku punya hidup yang biasa saja. Bagi orang lain mungkin begitu tapi bagiku tidak. Ini adalah hidup penuh keajaiban. Aku mengetik cerita ini sambil menikmati camilan yang baru saja diantar ke ruang kerjaku. Kepalaku memang agak nyut-nyutan karena baru saja menuntaskan koreksian. Sakit yang tak seberapa, tak ada apa-apanya dibanding kerja keras orang tuaku menafkahi aku. Aku lahir di keluarga yang sederhana karena terpaksa. Sewaktu kecil kami sering makan olahan nasi sisa karena tak ada cukup beras untuk dimakan. Bapakku sering hanya makan umbi-umbian yang ditanam sendiri. Ibuku kadang harus menjual isi rumah agar aku bisa berangkat sekolah. Aku menjalani hidup dengan mencemooh mimpi-mimpi besar, menganggapnya omong kosong. Takdirku adalah menjadi masyarakat agraris yang kampungnya tidak pernah mencium aspal. Masa depanku akan biasa-biasa saja, seperti keluargaku atau tetanggaku. Pikirku akan begitu. Dulu aku memimpikan punya rumah tingkat seperti yang sering kulihat saat sepedaan ke se

Kaizen

Skripsi gak rampung-rampung, tugas ketabrak tenggat waktu, banyak hal-hal penting terbengkalai karena kebiasaan menunda. “Sometimes later becomes never.”  Sering kali “nanti” berarti “tak terjadi”. Tidak ada waktu yang tepat, kerjakan saja selagi masih ada waktu. Tak sulit mencari alasan untuk menunda tapi menunda lambat laun mematikan alasanmu memulai. Hal-hal baik hanya perlu dimulai. Orang-orang Jepang punya prinsip Kaizen, membiasakan diri untuk konsisten melakukan sesuatu meskipun kecil. Secara harfiah “Kai-zen” berasal dari kata “Kai” yang artinya “perubahan” dan “Zen” yang berarti “kebijaksanaan”. Sisihkan waktu semenit saja untuk membentuk karakter baik dalam diri kita atau mencapai impian kita. Sempatkan baca selembar saja setiap hari, hafalkan satu ayat saja setiap pagi atau hal lainnya yang pengin kamu capai. Setiap hari menulis satu paragraf, berlari semenit, apa saja, jangan lihat kecilnya tapi konsistensinya. Target kecil akan membuat kamu lebih muda mencapainya. Sensas