Langsung ke konten utama

Lelaki Lembut Bernyali

Abu Bakar meradang dan menarik jenggot Umar, “Apa-apaan kau Ibnu Khattab! Rasulullah telah menunjuknya sebagai pemimpin, kemudian kau menyuruhku mencopotnya!” Ya, inilah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sering terisak saat membaca Alquran. Beliau yang dikhawatirkan Aisyah tak akan mampu menggantikan Rasulullah mengimami shalat lantaran terlalu sensitif hatinya, terlalu rawan dilahap tangis. Lelaki lembut itu kini tengah menunjukkan sisi lain dalam dirinya.

Ketika Rasul wafat, Umar berpendapat agar pasukan Usamah bin Zaid tidak perlu melanjutkan jihad ke bumi Syam. (baca: Kesayangan Anak Kesayangan) Madinah yang baru kehilangan Rasulullah menjadi rentan dikoyak pemberontak, kota itu butuh jaminan keamanan dari para mujahidin. Abu Bakar bersikukuh, ia lebih memilih dicabik-cabik serigala daripada melanggar kehendak Rasulullah. Tak ada ruang ijtihad untuk perkara yang sudah ditetapkan Allah dan Rasulullah. 

Usia Usamah yang masih belasan tahun menjadikan ekspedisi jihad kali makin dilematis. Umar meminta agar setidaknya Usamah diganti dengan shahahat yang lebih senior demi meredam kasak-kusuk pasukan. Tapi inilah Abu Bakar yang mending mati daripada menyelisihi pilihan Nabi. Ia mengecam keras Umar sebagaimana dikisahkan di awal tulisan ini. 

Kemurtadan berhembus menyeru badai peperangan. Kemunafikan menderas menggiring gelombang perpecahan. Saat itulah sekelompok oportunis melobi khalifah agar dibebaskan dari kewajiban zakat dengan tetap menjalankan syariat lainnya. Abdurrahman bin Auf menyarankan agar Abu Bakar menerima permintaan tersebut demi mencegah kemurtadan berujung perlawanan serentak. Apabila pemberontakan kaum murtad dan nabi palsu telah ditanggulangi, kelompok ini dapat kembali didakwahi agar berislam secara sempurna.

Umar sependapat dengan Ibnu Auf, ia khawatir jika orang-orang tadi  murtad total dan menyerang Madinah sementara para mujahidin masih bersama Usamah melawan Romawi.  Abu Bakar meninggikan suaranya, “ada apa denganmu Ibnu Khattab? Apakah kau hanya kuat di masa jahiliyah dan menjadi lemah setelah masuk Islam?” Abu Bakar yakin jika mereka dibebaskan dari zakat maka akan muncul permintaan lain dari kelompok lain, dan bangunan Islam akan hancur sepenuhnya.

Abu Bakar menggunakan logika iman, bukan semata-mata akal. Meski seringkali pendapat shahabat lain terdengar lebih logis tapi pendapat Abu Bakar lebih berkah. Keputusan untuk tetap mengirim Usamah ke Syam berhasil membentuk opini masyarakat bahwa Islam masih digdaya hingga berani menantang Romawi. Hal ini tentu saja mengerdilkan moral kelompok yang berniat menantang Madinah.

Ketegasan Abu Bakar mengenai pembayaran zakat juga membuahkan kebaikan yang banyak. Zakat dan sedekah tetap mengalir ke Madinah sehingga dapat digunakan untuk perbekalan jihad melawan para nabi palsu. Hal yang paling utama adalah Islam tetap tegak di atas lima rukunnya. Umar lantas mengakui keutamaan pendapat Abu Bakar, “Aku pengawal setiamu, jika bukan karenamu pasti akan hancur semuanya.”

Ya, inilah Abu Bakar yang sering terisak dalam shalatnya! Dalam Perang Uhud, Rasulullah melihatnya berlari mengejar musuh sambil menghunus pedang tanpa takut mati. Barisan muslimin porak-poranda karena gempuran Khalid yang memimpin kavaleri. Kubangan darah yang mengalir dari jasad para syuhada tak menjadikan Abu Bakar ngeri. “Sarungkanlah pedangmu, Abu Bakar! Jangan kau buat kami sedih karena kematianmu!” hanya seruan Rasul-lah yang membuatnya berhenti. Wallahu a’lam.

Komentar

  1. Di baluk kelembutan abu bakar ada ketegasan yang luar biasa. analisa tindakannya terhadap apa yang akan terjadi ke depan juga perlu acungan jempol sip dech

    BalasHapus
  2. Abu bakr dan umar sering kali tidak sepakat dlama banyak hal. Contohnya yg sudah di sebutkan diatas, pada saat pemilihan khalid sbg panglima perang juga begitu (tidak ada perintah rasul dalam hal ini) . Jika ada yg mngatakan bahwa Abu bkr memiliki tipe kepemimpinan otoriter, bagaimana pendapat antum taz?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setelah Khalid menjabat, jelas bahwa Abu Bakar menyerahkan urusan perang kepada Khalid.
      (Baca kisah Abu Qatadah yang melaporkan peristiwa Khalid dan Malik bin Nuwairah) Distribusi kekuasaan juga berlaku untuk jendral lainnya. Artinya Abu Bakar menganut desentralisasi kekuasaan.

      Bandingkan dengan gaya Umar bin Khattab yang mewajibkan setiap panglima dan gubernur untuk membuat laporan rinci kepada Khalifah sebelum mereka mengambil kebijakan, bahkan dalam situasi perang.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biner

Saya pernah mengikuti seleksi kerja yang cukup menjanjikan, nilai ujian tulis saya aman, sesi ujian lainnya juga lancar. Saya optimis lulus tapi kenyataan tidak, ternyata sudah ada nama yang dipastikan lulus sebelum ujian dimulai. Dia tidak lolos ujian tulis lalu panitia mengubah ambang batas kelulusan menyesuaikan nilainya. Alhasil, pekerjaan itu tidak saya dapatkan tapi saya belajar bahwa hidup ini tidak hitam putih. Secara teknis saya gagal tapi situasinya tidak sesederhana itu, ada faktor yang tidak bisa saya kendalikan yang membuat tidak adil jika pilihannya hanya gagal dan sukses. Saya tidak sedang menghibur diri tapi hidup memang tidak selalu menyajikan dua pilihan yang berlawanan. Selalu ada wilayah abu-abu. Ketika nenek moyang kita masih hidup di alam liar bersama predator mereka dituntut untuk berpikir cepat antara bertarung atau lari. Hanya ada dua pilihan. Pola pikir sederhana ini menentukan hidup dan mati mereka. Cara berpikir yang menyederhanakan pilihan-pilihan kompleks

Zina

Tidak ada pelaku zina yang dirajam di masa nabi kecuali atas pemintaan sendiri. Tidak ada satu pun catatan dari kitab-kitab sirah yang menceritakan adanya operasi tangkap tangan pelaku zina. Masa nabi tak berjarak jauh dari masa jahiliah, perbuatan zina bukan hal yang sulit dicari tapi muslimin tak sibuk mencari-cari aib saudaranya sendiri. Sikap welas asih Islam lebih dominan dari ketegasan hukumnya. Abu bakar pernah dicurhati pelaku zina tapi Abu Bakar menyuruhnya menutup aib itu. Umar yang dikenal keras pun berlaku sama, memberikan kesempatan hidup bagi pelaku zina. Para sahabat tidak berambisi untuk menghukum pelaku dosa privat selama bukti-bukti belum terpenuhi, apalagi pelakunya menunjukkan kesungguhan bertaubat. Saat Maiz bin Malik menemui nabi untuk mengakui perbuatan zinanya, nabi berulang kali memalingkan wajah, tak ingin menanggapi. Maiz lantas memaksa sampai-sampai nabi tak bisa menghindar lagi. Dalam riwayat yang lain, ada seorang perempuan meminta hukuman atas perbuatan z

Pencil, Penis Kecil

  Aristophanes, penulis drama masa Yunani Kuno menggambarkan ciri-ciri pria ideal sebagai “dada yang berkilau, kulit cerah, bahu lebar, lidah kecil, bokong kuat, dan penis kecil”. Patung-patung pria Yunani yang kita lihat di internet nampaknya memvalidasi ucapan Aristophanes, penis mereka imut! Bagi orang-orang Yunani Kuno penis kecil adalah penanda seseorang tidak dikalahkan oleh nafsunya. Itulah sebabnya patung dewa atau pahlawan memiliki penis yang kecil dan tidak ereksi. Penis besar adalah milik orang-orang bodoh yang logikanya dikalahkan oleh nafsu syahwat. Satyr sing manusia setengah kambing yang suka mabuk adalah salah satu yang divisualisasikan memiliki penis besar. Perkara penis pernah jadi tema penting di beberapa peradaban. Britania Raya era Victoria pernah dirisaukan bukan karena ukuran penis mereka tapi karena warganya yang hobi mengocok penis alias onani. Onani nampaknya memang dibenci banyak pihak. Injil pun menceritakan kebencian tuhan kepada Onan yang membuang-buang

Keajaiban

Aku punya hidup yang biasa saja. Bagi orang lain mungkin begitu tapi bagiku tidak. Ini adalah hidup penuh keajaiban. Aku mengetik cerita ini sambil menikmati camilan yang baru saja diantar ke ruang kerjaku. Kepalaku memang agak nyut-nyutan karena baru saja menuntaskan koreksian. Sakit yang tak seberapa, tak ada apa-apanya dibanding kerja keras orang tuaku menafkahi aku. Aku lahir di keluarga yang sederhana karena terpaksa. Sewaktu kecil kami sering makan olahan nasi sisa karena tak ada cukup beras untuk dimakan. Bapakku sering hanya makan umbi-umbian yang ditanam sendiri. Ibuku kadang harus menjual isi rumah agar aku bisa berangkat sekolah. Aku menjalani hidup dengan mencemooh mimpi-mimpi besar, menganggapnya omong kosong. Takdirku adalah menjadi masyarakat agraris yang kampungnya tidak pernah mencium aspal. Masa depanku akan biasa-biasa saja, seperti keluargaku atau tetanggaku. Pikirku akan begitu. Dulu aku memimpikan punya rumah tingkat seperti yang sering kulihat saat sepedaan ke se

Kaizen

Skripsi gak rampung-rampung, tugas ketabrak tenggat waktu, banyak hal-hal penting terbengkalai karena kebiasaan menunda. “Sometimes later becomes never.”  Sering kali “nanti” berarti “tak terjadi”. Tidak ada waktu yang tepat, kerjakan saja selagi masih ada waktu. Tak sulit mencari alasan untuk menunda tapi menunda lambat laun mematikan alasanmu memulai. Hal-hal baik hanya perlu dimulai. Orang-orang Jepang punya prinsip Kaizen, membiasakan diri untuk konsisten melakukan sesuatu meskipun kecil. Secara harfiah “Kai-zen” berasal dari kata “Kai” yang artinya “perubahan” dan “Zen” yang berarti “kebijaksanaan”. Sisihkan waktu semenit saja untuk membentuk karakter baik dalam diri kita atau mencapai impian kita. Sempatkan baca selembar saja setiap hari, hafalkan satu ayat saja setiap pagi atau hal lainnya yang pengin kamu capai. Setiap hari menulis satu paragraf, berlari semenit, apa saja, jangan lihat kecilnya tapi konsistensinya. Target kecil akan membuat kamu lebih muda mencapainya. Sensas