Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Menghabiskan Nikmat Surga

Bilal tak lagi kuasa menggemakan suara azan di Madinah setelah Rasul wafat. Setiap kali ia sampai pada kalimat asyhadu anna muhammadar rasulullah suaranya tercekat dicaplok kesedihan, air matanya bakal luber dan suaranya tertahan. Madinah mulai terbiasa tak mendengar lantunan khusyuk seruan Bilal, ribuan kali azan berkumandang tanpanya. Sore itu, azan sayup-sayup menelusup dalam desir angin gurun. Semburat jingga di ufuk barat mengabarkan waktu Maghrib. Abdurrahman bin Auf berbisik menyebut nama Tuhannya. Hidangan berbuka puasa tersaji menggugah selera. Tiba-tiba nafsu makannya ambyar sebab kenangan tentang Mush’ab hadir mengusik jiwanya. Apatah ada tempat untuk menikmati jamuan bila hati diisi kesedihan. Abdurrahman menangis mengingat episode ketika Mush’ab gugur dan kafannya hanyalah kain yang bila ditutupkan ke kepala maka nampaklah kaki jenazah. Teringat pula ia dengan Hamzah yang hanya dikafani dengan sehelai selendang. Kedua shahabat mulia tersebut wafat ketika dunia belum dibuka

Hari Raya

Aisyah sedang mendengarkan senandung dari dua budak tetangga. Rasulullah yang juga berada di sana, telaten saja mendengar keduanya bersenandung ala kadarnya. Senandung itu berkisah tentang Perang Buats, sebuah perang besar yang terjadi sebelum Rasul hijrah ke kota itu. Abu Bakar yang baru saja hadir sekonyong-konyong berkomentar pedas, “seruling-seruling setan di kediaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Rasulullah menjawab dengan kalem komentar Abu Bakar, “ Ya Aba Bakrin inna likulli qaumin ‘idan wa hadza ‘idana. ”—wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki ‘ id (hari raya), dan sekarang hari raya kita. Kebetulan, peristiwa ini terjadi pada hari raya kaum muslimin. Ya, ‘ id adalah kata yang sudah dikenal sebelum masa kerasulan Muhammad. Hari raya disebut ‘ id (dari ‘ aud : kembali) karena ia hadir secara berulang setiap tahun, ia selalu kembali untuk dirayakan. Makna kata ‘id diikat oleh kesepakatan penutur aslinya, dan tidak ada orang Arab yang mengembalikan maks