Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Golput

- Anda ingin makan sate larva amfibi* atau tumis microchiroptera**? + Saya tidak mau keduanya. - Anda mau tidak mau harus memilih! + Tapi saya benar-benar tidak mau keduanya! - Ah, anda sesat! Hari-hari berlarian meninggalkan masa kerasulan, empat khalifatu rasulillah pun telah menghadap Rabb-nya. Umat muslim mengalami dinamika kehidupan yang sama sekali berbeda setelah tiadanya Rasulullah. Perang Shiffin adalah fitnah paling menyedihkan, paling terekam dalam memori muslimin. Muhammad bin Ali bin Abi Thalib mengingat perihnya konflik antara ayahnya dengan Muawiyah dalam peperangan tersebut. Itulah episode getir yang membuatnya bersumpah tidak akan pernah lagi mengangkat pedang di hadapan seorang muslim. Sumpah itu masih ia pegang hingga hari ketika Abdullah bin Zubair, cucu Abu Bakar dari Asma’, mendeklarasikan diri sebagai khalifah setelah meninggalnya Muawiyah. Abdullah bin Zubair menjalankan pemerintahan dengan baiat sebagian kaum muslimin, demikian pula Daulah Bani Umayah. Kekuasa

Donatur Asing

Umar bin Abdul Aziz, ketika masih menjadi Gubernur Madinah, diperintahkan Khalifah Alwalid bin Marwan untuk meluaskan Masjid Nabawi. Proyek ini meskipun bertujuan baik, belum tentu diterima baik oleh masyarakat karena untuk meluaskan masjid perlu menggempur bangunan yang lama termasuk bekas rumah-rumah istri Nabi. Umar lalu mengundang Alqasim cucu Abu Bakar dan Salim cucu Umar agar membantu pelaksanaan proyek tersebut. Keberadaan dua orang ulama ternama di era tabiin ini diharapkan dapat mencegah penolakan publik, dan demikianlah yang terjadi. Ketika pengerjaan proyek tengah berjalan, Raja Romawi yang ingin cari muka kepada pemerintah muslim menawarkan donasi. Masa itu pasukan mujahidin yang dikomandoi Maslamah bin Abdul Malik berhasil membuat gentar pasukan Romawi. Pihak Romawi perlu berbasa-basi politis agar tidak dilumat habis oleh Daulah Islamiyah. Raja Romawi mengirimkan emas, marmer terbaik, termasuk para pekerja dan arsitek pilihan dari negerinya. Tidak anti asing, Umar bin Abdu

Pilkada

Kota Damaskus makin dingin dan senyap tapi Amirul mukminin, Umar bin Abdul Aziz, belum juga lelap. Pikirannya melayang ke Bashrah, siapakah yang pantas menjadi penegak hukum-hukum Allah di kota itu. Untuk menegakkan khilfah ala minhajin nubuwah Umar butuh hakim yang bertakwa, cerdas dan tahu seluk-belum masyarakat. Umar gelisah bukan karena tidak ada yang layak dipilih, justru sebaliknya. Umar mengerucutkan pilihan pada Iyas bin Muawiyah dan Alqasim bin Rabiah, tapi tak bisa lagi memenangkan salah satu di antara keduanya. Umar dalam situasi bimbang meilih yang terbaik di antara yang baik, sementara kita biasa memilih yang tidak terlalu buruk di antara yang buruk. Keesokan harinya Umar meminta bantuan Adi bin Arthah, gubernur Irak yang sedang dalam lawatan ke Damasakus, agar menyeleksi dua kandidat hakim Bashrah. Setelah ia mempertemukan Iyas dan dan Alqasim, Adi bin Arthah juga dibikin bingung memilih. Kedua ulama itu justru mengeluarkan argumen-argumen cerdas untuk memenangkan saudara

Paman Jambavan

Hanuman melihat hamparan luas lautan yang memisahkan dirinya dengan daratan Lanka, tempat Rahvana mengurung Sita. Ia nampaknya ragu dengan dirinya sendiri. Bingung. Jika ia, yang seekor kera, nekat berenang, bisa jadi ia tewas sebelum mencapai seberang. Di saat itulah Paman Jambavan, si beruang bijak, menawarkan ide agar Hanuman terbang saja menuju Lanka. Weleh , Hanuman bukan makhluk bersayap layaknya Garuda tunggangan Vishnu, bagaimana ia bisa terbang? Jambavan meyakinkan bahwa Hanuman bisa terbang karena menerima anugerah dari Dewa Bayu. Jambavan menceritakan kisah penting yang telah dilupakan oleh Hanuman. Sewaktu kecil, Hanuman merasa kelaparan sementara ibunya tengah jauh darinya. Ia melihat sekitar namun tak menemukan buah-buahan yang dapat dimakan. Hanuman kecil lantas mendongakkan pandangannya ke atas dan melihat matahari yang nampak seperti buah yang ranum. Nafsu makan Hanuman makin menjadi, ia mencoba meraih matahari. Anugerah dari dewa angin menjadikan tubuh Hanuma

Logical Fallacy

Seorang pemuka Kufah sedang terjangkit sesat pikir. Dia mengatakan ke orang-orang bahwa Utsman bin Affan adalah seorang Yahudi, dan tetap menjadi Yahudi setelah kerasulan Muhammad. Ketika orang itu tengah mempromosikan kesesatannya, datanglah seorang lelaki berwajah elok, bertutur fasih, dengan pakaian sedap dipandang lagi wangi yang dikenal sebagai Abu Hanifah. Tanpa ba-bi-bu Abu Hanifah mengutarakan maksudnya, “aku datang kepadamu untuk melamar anak perempuanmu untuk seorang sahabatku.” Abu Hanifah adalah seorang yang tekun beribadah. Dia tidak pernah bolong berpuasa selama tiga puluh tahun, konsisten qiyamul lail selama empat puluh tahun dan amat sangat dermawan. Beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat cerdas. Imam Malik pernah berkata bahwa bila Abu Hanifah mengatakan sebuah tiang adalah emas maka hal itu akan terasa nyata sebagaimana dikatakannya, sebab kuatnya argumen Abu Hanifah. Si pemuka Kufah mengiyakan permintaan Abu Hanifah, “silakan wahai Imam, sungguh orang seperti

Peran Sejarah

Semilir angin Makkah menggerakkan jenggot di bawah bibir manyun Abu Jahal dan para sekutunya. Makin ruwet saja urusan mereka dengan Rasulullah. Sudah lima tahun #Islam menjadi trending topic di kota penuh berhala itu. Hate speech dan hoaks tidak mampu membendung laju dakwah. Musuh-musuh Rasul makin naik pitam dan meningkatkan tensi intimidasi fisik sehingga orang-orang lemah dari kaum muslimin mengalami penderitaan yang mengerikan. Di masa-masa berat itulah Allah mewahyukan Surah Alkahfi. Alih-alih berisi ayat tentang kesabaran atau bagaimana menghadapi ketidakadilan, Surah Alkahfi justru dipenuhi dengan kisah. Menurut para ulama, hikmah tersembunyi dari surah menjadi gamblang ketika Rasulullah berkata, “berpencarlah kalian di muka bumi ini!” Para shahabat bertanya, “kemana kami harus pergi, ya Rasulallah?” “Ke sana,” jawab Rasul sambil menunjuk ke arah Habasyah. Rupanya Rasul mengambil ibrah dari kisah hijrahnya pemuda Kahfi yang menjadi korban persekusi di masanya. Pengarusutamaan

Berbagi Ilmu Pengetahuan

Bhisma menasihati Pandawa Konon, Bharatayuddha adalah perang yang melibatkan lebih dari tiga juta orang. Pihak Kurawa didukung oleh sebelas unit pasukan, sementara Pandawa didukung tujuh unit. Masing-masing unit terdiri atas seratus ribu lebih kesatria dengan gajah, kuda atau kereta, serta seratus ribu lebih prajurit tanpa kendaraan. Menariknya, begitu perang ini usai, kedua belah pihak segera memikirkan usaha-usaha untuk memperbaiki keadaan. “Ilmu ini dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban kita yang hancur,” kata Bhisma kepada Yudhistira. Meski dalam Perang Bharatayuddha Bhisma berada di pihak Kurawa namun setelah perang usai, ia tak segan membagikan ilmu kepada Pandawa. Di atas pembaringan dari anak panah, Bhisma menghabiskan sisa-sisa napasnya untuk membekali Pandawa dengan ilmu guna membangun kembali peradaban. Ramayana juga menyuguhkan kisah serupa, Rama meminta saudaranya, Laksmana, untuk belajar kepada Rahwana yang hampir tewas. Rama menghargai ilmu pengetahuan m