Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2020

Ulya

Anak yang berpose mangap sepertiku bernama Ulya. Ini bocah yang bikin aku gak PD jadi guru. Lha piye , pinteran dia daripada aku. Mulanya aku ngajar dia Bahasa Arab, lantas ganti jadi tahfizh, hafalan Qur'an. Seingatku foto ini diambil ketika dia kelas 2 dan dia sudah hafal puluhan surah. Yap , anak ini sudah hafal berjuz-juz sebelum baligh. Terus piye perasaanmu nèk ngajar bocah ngéné iki? Sewaktu seumuran dia, aku baru belajar Iqra'. Kelas empat aku baru hafalan Syifaul Jinan fi Tarjamati Hidayatish Shibyan (شفاء الجنان في ترجمة هداية الصبيان) karya Ahmad Muthahhar bin Abdurrahman, itupun belum paham maksudnya. Kelas 5 mulai praktik dan tahun berikutnya mulai talaki selama 3 tahun lebih untuk menyelesaikan bacaan 30 juz. Artinya, Ulya yang masih kelas 2 SD lebih baik dariku ketika SMA perihal Al-Qur'an. Pengalaman mengajar anak-anak seperti Ulya ini menggedor kesadaranku bahwa jadi guru adalah tugas berat. Dilan belum tentu kuat. Harga diriku babak belur ket

Sekelumit tentang Jilbab

Apakah semua muslimah di masa Rasulullah memakai jilbab? Tidak. Ketika ayat tentang kewajiban berhijab turun Madinah memang riuh karena para muslimah yang bergegas nyari kain untuk menutupi rambut mereka. Saking semangatnya mengikuti perintah itu, sampai-sampai sembarangan kain dipakai, entah taplak atau apalah. Hijab langsung menjadi populer di komunitas muslimah tapi tak semua memakainya. Umar bahkan pernah menyuruh seorang wanita melepas jilbabnya. Siapakah mereka yang gak pakai jilbab bahkan memang gak diperintahkan memakainya? Budak wanita. Budak wanita gak disuruh pakai jilbab karena kalau dirunut dari sejarahnya, salah satu hikmah jilbab adalah agar wanita muslimah merdeka dapat dibedakan dengan budak wanita. Apakah pandangan fikih tentang berjilbab kompak persis? Tidak juga. Frase "kecuali yang biasa nampak" dalam perintah berhijab sedikit luwes ditafsirkan oleh ulama. Sebagian ulama Kufah sedikit lebih longgar soal batasan tubuh wanita yang mesti ditutu

Setara Setaraf

Saya barusan dapat DM pertanyaan tentang memilih pasangan. Seperti yang sudah-sudah, jawaban saya tentang kriteria pasangan yang baik adalah yang setara. Kalau laki-lakinya tampan menurut pandangan umum baiknya menikah dengan yang cantik, yang ibadahnya kenceng baiknya juga nikah dengan yang sepadan. Nikah dengan lelaki saleh banget belum tentu enak loh. Saya pernah dapat cerita tentang mbak-mbak yang akhirnya mumet karena nikah dengan ahli ibadah. Lha bagaimana gak mumet, suaminya kerjaan tilawah, shalat malam, zikir, kajian, padahal mbaknya penginnya jalan-jalan, dinner dst. Mbaknya suka dandan ala hijabers, suaminya berprinsip skincare terbaik adalah air wudhu. Gak nyambung. Ini bisa berakhir dengan mbaknya ikutan gemar ibadah tapi bisa juga ambyar seperti kasus selebgram yang diceraikan suami barunya beberapa waktu lalu.  Ada juga teman yang wajahnya khas oriental menikah dengan orang Palestina yang tentu saja tampan sebagaimana umumnya. Seringkali kalau jalan bareng dan bawa