Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Robohnya Masjid Kami

Abu Hurairah dan Ibnu Umar memiliki kebiasaan yang sama yakni tidur di masjid. Hal tersebut menjadikan mereka dekat dengan Rasulullah. Alhasil, keduanya menjadi shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Selain mereka, Abu Dzar, Salman Alfarisi, Hudzaifah bin Alyamani dan masih banyak shahabat lain, yang bukan hanya tidur di masjid, tapi mondok di masjid. Ketika kiblat berbalik arah dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram, dinding kiblat yang awal diberi atap kemudian disebut ‘ash-shuffah’. Tempat ini menjadi pondok bagi para shahabat yang belum memiliki tempat tinggal atau yang menyukai kezuhudan dan ingin selalu dekat dengan Rasulullah. Koordinator operasional ash-shuffah adalah Abu Hurairah. Masjid dapat diakses selama dua puluh empat jam oleh kaum muslimin, tidak digembok setelah shalat jamaah bubar, eh!. Selain menyediakan tempat tinggal, masjid memiliki berbagai fungsi lain. Pertama, masjid adalah pusat keilmuan. Ia menyatukan para penuntut ilmu dari berbagai daerah sehingga m

Kemelaratan

Jarak kaya-miskin dalam masyarakat Quraisy sangat mencolok, ciri tatanan bobrok. Sebagian konglomerat memperburuk kehidupan kaum sengsara melalui riba. Mereka juga memeras para budak secara tak manusiawi bahkan memaksa sebagiannya melacurkan diri. Selain budak, orang merdeka yang berasal dari klan lemah atau terkucil (lepas dari perlindungan) merupakan bagian terbanyak dalam masyarakat miskin. Saking miskinnya hingga mereka tega membunuh anak perempuannya (maw’udah) demi mengurangi beban ekonomi. Sebagian budak atau tawanan yang kabur membuat komunitas baru di luar kota. Mereka menjelma menjadi perampok atau penyamun. Kelompok ini menjadi ancaman serius bagi kafilah Quraisy yang mengadakan perjalanan dagang. Kaum Quraisy yang berfokus pada perdagangan telah sejak lama mulai kehilangan keahlian mereka di bidang perang. Hal yang menarik dari kehidupan kaum miskin di Makkah adalah adanya tradisi i’tifar. I’tifar adalah bergulung-gulung di tanah lapang karena kelaparan akut. Hal ini dilaku

Penggembala Kambing

“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan ia pernah menggembala kambing.” Para shahabat bertanya, “Baginda juga?” Rasul menjawab, “iya aku pernah menggembala kambing milik penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.” Pengalaman Rasul sebagai penggembala kambing berarti banyak dalam pembentukan karakter beliau. Konon, setiap jenis hewan memberikan pengaruh yang berbeda kepada penggembalanya. Menggembala kambing dapat menjadi sebab tumbuhnya kelembutan dan kasih sayang. Setiap penggembala biasa mengurusi kambing yang sakit, luka hingga melahirkan. Hal tersebut memantik cinta yang lebih murni tanpa tendensi. Jika seseorang telah mampu mencintai dan bersabar dengan binatang, mereka akan lebih menghargai kehidupan sesama manusia. Di masa itu para penggembala biasa bermalam bersama gembalaan mereka di lembah-lembah. Malam yang teramat dingin dan siang yang terlampau panas tak mengendorkan ketelatenan mereka dalam menunggui rerumputan terlumat geraham hewan ternak. Hal ini tentu saja m

Jenius

Perjanjian Hudaibiyah menyulut gelombang protes dari kaum muslimin. (baca: Terlambat ) Usaid bin Hudair pemimpin Aus dan Saad bin Ubadah pemimpin Khzaraj mengkritik putusan Rasul yang dianggap menguntungkan pihak Quraisy yang diwakili Suhail bin Amr. Umar blak-blakan menunjukkan kekecewaannya kepada Rasul, “bukankah engkau pernah menyampaikan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Baitullah dan melakukan thawaf di sana?” Pertanyaan ini mematikan, tak bisa dipungkiri bahwa Rasul lah yang mengajak mereka umrah dan Rasul pula yang mengiyakan Perjanjian Hudaibiyah yang mencegah mereka memasuki Makkah. Apakah Muhammad Al Amin telah membohongi mereka dengan janji palsu? Rasul dengan segala keindahan akhlak berbalur kecerdasan nan menawan mengatasi situasi ini dengan kalimat yang mengagumkan. “Ya betul,” jawab Rasul, “tapi apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya pada tahun ini?” Umar berkata, “tidak.” Rasul melanjutkan sabdanya, “sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan

Berlagak

“Hai, Abu Abdillah, apakah engkau pernah melihat Rasulullah dan menemaninya?” tanya seorang lelaki Kufah kepada Hudzaifah. “Apa yang engkau perbuat?” Hudzaifah menjawab, “demi Allah, dulu kami sangat sengsara.” Lelaki Kufah lantas berkomentar, “demi Allah jika kami bertemu dengan Rasulullah, kami tidak akan membiarkannya berjalan di atas muka bumi. Dan kami pasti akan memanggulnya di atas pundak-pundak kami.” Hudzaifah kemudian menceritakan kisah perang Khandak. Dalam perang Khandak, Hudzaifah mendapat misi untuk mencari informasi tentang musuh. Beliau menyelinap di antara kerumunan musuh yang andaikan mereka mengenalinya pastilah Hudzaifah akan binasa. Penyamarannya hampir saja terbongkar ketika Abu Sufyan mendapat firasat bahwa pasukannya telah disusupi. “Hendaklah setiap orang dari kalian memegang tangan teman duduknya!” kata Abu Sufyan. Hudzaifah dengan cerdas justru mendahului orang di sampingnya. Ia memukulkan tangannya kepada orang di kanan dan kirinya serasa berkata, “siapa eng