Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Sang Pemimpin

Amru bin Abasah memacu tunggangannya dengan jantung berdegup penuh semangat. Lelaki itu telah lama sumpek melihat kesesatan praktik menyembah berhala. Amru yakin Allah wajib diesakan tapi ia tak tahu bagaimana ibadah yang dikehendaki-Nya. Jiwanya bersorak ketika mendengar ada seorang lelaki Makkah mengaku sebagai rasul. Amru belum pernah bertemu Rasulullah sebelumnya, tapi jiwa tak selalu butuh pertemuan untuk saling terikat dan merindukan. Amru makin deg-degan saat tunggangannya lincah memasuki Makkah. Di Makkah, Amru bin Abasah mendapati kaum kafir Quraisy menentang dakwah Rasul. Persekusi adalah menu harian bagi kaum muslimin meski saat itu keislaman belum disebarkan dengan blak-blakan . Amru bin Abasah juga mendengar ocehan-ocehan buruk yang ditujukan kepada Rasul. Namun, hal itu tak mengahalanginya untuk menemui Rasul dan menilai sendiri kelayakan beliau sebagai utusan Allah. Amru bin Abasah menanyakan beberapa hal kepada Rasul hingga hatinya merasa puas. (baca: Radikal ) Tak but

Radikal

“Siapa kau ini?” tanya Amru bin Abasah dengan sopan. Dia adalah salah satu orang yang tetap mengesakan Allah di masa Jahiliyah. Beberapa penganut tauhid lainnya adalah Qus bin Said, Zaid bin Amr bin Nufail dan Waraqah bin Naufal. “Saya nabi.” jawab Rasulullah yang saat itu ditemani Abu Bakar dan Bilal. Amru bertanya lagi, “apa itu nabi?” Jawab Rasul, “Allah telah mengutus saya. "Diutus untuk apa?” Amru menyelisik. “Allah mengutus saya agar menyambung silaturahim, menghancurkan berhala, dan mengesakan Allah, serta tidak menyekutukan Dia dengan apapun.” Rasul menjelaskan. “Siapa yang telah mengikuti engkau atas ajakan ini? Tanya Amru. “Seorang merdeka dan hamba sahaya.” Jawab Rasul. Amru bin Abasah pun menerima kerasulan Muhammad. Keislaman Amru bin Abasah terjadi pada masa Islam masih didengungkan dengan berbisik. Hoaks yang dilancarkan kafir Quraisy untuk menyerang Rasul kadang malah membuat khalayak penasaran tentangnya. Amru bin Abasah termasuk yang telaten mencari kebenaran dal

Habib Palsu

Syaqna bin Abdul Wahid adalah guru ngaji kenamaan di negeri Maroko. Saking hebatnya figur ini, masyarakat seringkali  ngalap berkah  darinya. Sebagai ahli ilmu, Syaqna risih dengan puja-puji masyarakat padanya. Berkat ketelatenan setan, lama-lama Syaqna malah menikmati apa yang mulanya ia benci. Tegukan pertama dari nikmat popularitas melewati kerongkongan Syaqna seperti air garam yang justru menambah dahaga. Ia makin  diperdaya syahwat dan selalu mencari jalan untuk menambah-nambah ketenaran. Syaqna mendapat ide gila untuk menguatkan kedudukannya di masyarakat. Ia mengumpulkan orang-orang dan berkata, “Syaqna bin Abdul Wahid bukanlah nama asliku.” Ia kemudian menunjukkan kartu keluarga berisi silsilah rekaan  yang bersambung ke Rasulullah. Sejak hari itu ia mengaku sebagai Abdullah bin Muhammad keturunan ahli bait. Khalayak mulanya ragu namun mengingat rekam jejak hidup Syaqna yang saleh, akhirnya mereka menerima klaim dusta itu. Batin Syaqna berjingkrak kegirangan sebab berhasil mema

Mawali

Iqra’ !, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Ketika Rasul mulai menyampaikan risalah-Nya kepada kaum Quraisy, hanya ada segilintir orang yang mengenal baca tulis. Keliru jika mengira ke- ummi -an Rasul merupakan aib dalam kaum yang dikemuli badawah (kebaduian) itu. Hanya tujuh belas orang lelaki Quraisy yang mengenal baca tulis, bahkan Abu Bakar yang merupakan pakar sejarah dan nasab Quraisy tidak termasuk hitungan ini. Di kalangan perempuan lebih langka lagi yang mengenal literasi, misalnya Hafshah binti Umar. Aisyah bisa membaca tapi tidak bisa menulis. Di Yatsrib, gabungan antara Auz dan Khazraj hanya memiliki sebelas orang yang menguasai baca-tulis. Kaum di luar kelompok yang telah disebutkan tentu lebih jauh dari literasi. Di masa Islam, literasi mulai mendapat perhatian lebih. Rasul secara konkret mengupayakan layanan pendidikan literasi bagi umat. Misalnya, membolehkan tawanan Badar membayar tebusan dengan pengajaran. Tawanan yang mengajari sepuluh anak-anak

Singgah Untuk Mengagumi

‘Adamul wijdan la yastalzimu adamul wujud. Malam yang mulanya temaram kini semakin pekat. Lirih mengalir suara sang uswatun hasanah bergesekan dengan daun-daun kurma yang menaunginya. Biarlah lelaki mulia itu menumpahkan rasanya kepada Sang Rahman. Ia tengah terhimpit di antara penolakan Thaif dan pengusiran Makkah. Setelah kegagalan dakwah di Thaif terdengar oleh kafir Quraisy, mereka tak ayal akan menimpakan puncak siksaan kepada Rasul. Dakwah Rasul ke Thaif dimaknai sebagai upaya membangun kekuatan dari kabilah di luar Makkah, tentu saja kafir Quraisy gerah. Malam yang mulanya temaram kini semakin pekat. Rasulullah larut dalam khusyuk mendekat kepada Tuhannya. Ayat demi ayat mengalir jernih membilas kesumpekan hati. Hatta turunlah sekelompok jin turut mendengarkan, merengkuh hidayah yang disia-siakan penduduk Thaif. Mereka khusyuk menyimak pembacaan Rasul, membiarkan iman menyusup perlahan. “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Alquran, maka

Jarak Kesabaran

“Ya Rasulallah, pernahkah Engkau mengalami hari yang lebih sedih dari Perang Uhud?” tanya Aisyah. Anyir darah dan suara pedang yang patah di lembah Uhud masih menggiring kesedihan yang sama. Tragedi itu tetap mengiris hingga masa yang jauh setelahnya. Dialog yang dimunculkan Aisyah tentang Perang Uhud bakal menarik, menyuguhkan cuilan hikmah dengan renyah. Pertanyaan Aisyah ditanggapi Rasulullah dengan aliran narasi menyentuh hati tentang kepedihan dakwah di Thaif. Itulah masa yang lebih perih dari tragedi Uhud, penolakan Thaif menyakiti Rasul bertubi-tubi. Makkah semakin tak ramah dengan dakwah setelah berpulangnya Abi Thalib dan Khadijah. Rasul berbenah agar kalimat Allah tak punah dicaplok manusia-manusia jahiliyah. Dipilihlah Thaif sebagai alternatif membina dakwah. Thaif adalah primadona, bahkan Quraisy ingin meleburnya dengan Makkah. Pemuka Quraisy banyak yang membeli kebun-kebun Thaif dan melakukan kongsi ekonomi dengan penduduknya. Bila Rasul berhasil menyuburkan Islam di sana

Arus Sedekah

Dengan penuh heran seseorang bertanya kepada kepada Yazid bin Muawiyah, “Anda memberikan jumlah sebesar itu kepada satu orang saja?” Yazid baru saja menggelontorkan tiga juta dirham untuk Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Nilai satu dinar kala itu senilai 10-12 dirham. Rasul pernah memberikan Urwah satu dinar untuk membeli kambing, maka satu dirham sama dengan sepersepuluh harga kambing. Sekarang silakan tanyakan harga kambing kepada ahlinya, bagi sepuluh kemudian kalikan dengan jumlah yang diterima Abdullah dari Yazid. Banyak milyar! “Demi Allah, aku memberikan uang sebanyak itu untuk banyak penduduk Madinah,” jawab Yazid. Pemuka kaum muslimin di masa itu hampir bisa dipastikan adalah seorang nyah-nyoh masalah harta. Para penguasa termasuk Yazid paham betul hal ini. Yazid memberi Abdullah kemudian Abdullah akan membagi-bagikannya kepada penduduk Madinah. Yazid dan Abdullah sama-sama mendapatkan kemuliaan, dan penduduk Madinah mendapatkan kebahagiaan. Distribusi harta dari negara at

Terapi Kekalahan

Pasukan pemanah asyik mengerumuni ghanimah dari kemenangan sesaat di Uhud. Tiba-tiba Khalid dan pasukan musyrikin menggempur dari arah yang tak terduga. Ketika Khalid menyerang, nyalalah tanda bahaya. Kuda perangnya menghentak, lawannya akan tersentak. Ia muda dan berbahaya. Sejak awal Khalid memang menjadi salah satu sumber kepercayaan diri kaum kafir Quraisy untuk membalaskan kekalahan mereka dalam Perang Badar. Melihat pasukan muslim kacau tak karuan, kelompok Abu Sufyan yang mulanya kabur lantas banting setir menyusul Khalid. Muslimin gelagapan, maju mundur kena. Sebagian pasukan muslim sampai tidak bisa membedakan kawan atau lawan. Saking ruwetnya situasi hingga ada muslim yang terbunuh oleh sesama muslim. Seakut itulah kekacauan Uhud setelah Khalid menyergap bikin gagap. Mushab bin Umair diserang secara mematikan oleh Ibnu Qamiah yang mengira Mushab adalah Muhammad صلى الله عليه وسلم. Penjahat itu lantas membanggakan dirinya telah membunuh Rasul. Keadaan muslimin semakin tak kar

Rumah Sakit Rasulullah

Bulan Dzulqa’dah tahun kelima Hijriyah, Madinah seperti dikukus, dipanasi dari berbagai sisi. Api pertama dipantik kaum Yahudi Bani Nadhir yang memprovokasi kafir Quraisy agar menggempur muslimin. Quraisy manggut-manggut ketika utusan Yahudi mengobral janji bakal menguatkan mereka ketika perang terjadi. Api semakin berkobar seperti mendapat tumpahan premium yang langka ketika Ghatafan juga menerima ajakan Bani Nadhir. Bani Nadhir jingkrak-jingkrak, mereka berhasil menghimpun pasukan yang sangat besar. Madinah pantas ketar-ketir dengan situasi ini. Benar-benar seperti dalam kepungan api tanpa ventilasi, Madinah dikeroyok dari dua arah. Dari sisi depan ada wajah-wajah sangar pasukan Ahzab beribu-ribu jumlahnya. Dari sisi belakang ada seringai Yahudi Bani Quraizhah yang membatalkan perjanjian damai. Mereka juga tergiur iming-iming manis Bani Nadhir. Situasi makin runyam dengan pengkhianatan kaum munafik di kalangan muslimin yang dikomandoi Abdullah bin Ubai. Kelaparan melanda pasukan musl