Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Keajaiban

Aku punya hidup yang biasa saja. Bagi orang lain mungkin begitu tapi bagiku tidak. Ini adalah hidup penuh keajaiban. Aku mengetik cerita ini sambil menikmati camilan yang baru saja diantar ke ruang kerjaku. Kepalaku memang agak nyut-nyutan karena baru saja menuntaskan koreksian. Sakit yang tak seberapa, tak ada apa-apanya dibanding kerja keras orang tuaku menafkahi aku. Aku lahir di keluarga yang sederhana karena terpaksa. Sewaktu kecil kami sering makan olahan nasi sisa karena tak ada cukup beras untuk dimakan. Bapakku sering hanya makan umbi-umbian yang ditanam sendiri. Ibuku kadang harus menjual isi rumah agar aku bisa berangkat sekolah. Aku menjalani hidup dengan mencemooh mimpi-mimpi besar, menganggapnya omong kosong. Takdirku adalah menjadi masyarakat agraris yang kampungnya tidak pernah mencium aspal. Masa depanku akan biasa-biasa saja, seperti keluargaku atau tetanggaku. Pikirku akan begitu. Dulu aku memimpikan punya rumah tingkat seperti yang sering kulihat saat sepedaan ke se

Biner

Saya pernah mengikuti seleksi kerja yang cukup menjanjikan, nilai ujian tulis saya aman, sesi ujian lainnya juga lancar. Saya optimis lulus tapi kenyataan tidak, ternyata sudah ada nama yang dipastikan lulus sebelum ujian dimulai. Dia tidak lolos ujian tulis lalu panitia mengubah ambang batas kelulusan menyesuaikan nilainya. Alhasil, pekerjaan itu tidak saya dapatkan tapi saya belajar bahwa hidup ini tidak hitam putih. Secara teknis saya gagal tapi situasinya tidak sesederhana itu, ada faktor yang tidak bisa saya kendalikan yang membuat tidak adil jika pilihannya hanya gagal dan sukses. Saya tidak sedang menghibur diri tapi hidup memang tidak selalu menyajikan dua pilihan yang berlawanan. Selalu ada wilayah abu-abu. Ketika nenek moyang kita masih hidup di alam liar bersama predator mereka dituntut untuk berpikir cepat antara bertarung atau lari. Hanya ada dua pilihan. Pola pikir sederhana ini menentukan hidup dan mati mereka. Cara berpikir yang menyederhanakan pilihan-pilihan kompleks

Kaizen

Skripsi gak rampung-rampung, tugas ketabrak tenggat waktu, banyak hal-hal penting terbengkalai karena kebiasaan menunda. “Sometimes later becomes never.”  Sering kali “nanti” berarti “tak terjadi”. Tidak ada waktu yang tepat, kerjakan saja selagi masih ada waktu. Tak sulit mencari alasan untuk menunda tapi menunda lambat laun mematikan alasanmu memulai. Hal-hal baik hanya perlu dimulai. Orang-orang Jepang punya prinsip Kaizen, membiasakan diri untuk konsisten melakukan sesuatu meskipun kecil. Secara harfiah “Kai-zen” berasal dari kata “Kai” yang artinya “perubahan” dan “Zen” yang berarti “kebijaksanaan”. Sisihkan waktu semenit saja untuk membentuk karakter baik dalam diri kita atau mencapai impian kita. Sempatkan baca selembar saja setiap hari, hafalkan satu ayat saja setiap pagi atau hal lainnya yang pengin kamu capai. Setiap hari menulis satu paragraf, berlari semenit, apa saja, jangan lihat kecilnya tapi konsistensinya. Target kecil akan membuat kamu lebih muda mencapainya. Sensas

Kedermawanan Salah Sasaran⁣

Di masa jahiliah kedermawanan adalah hal yang lumrah dilakukan oleh para pembesar Quraisy. Jangan salah sangka, meski mereka tidak percaya pada akhirat tapi mereka tetap melakukan hal-hal “baik” di masyarakat. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa latar belakang turunnya Surah Al-Maun adalah adanya kebiasaan seorang pembesar Quraisy menyembelih unta tiap pekan untuk dibagi-bagikan tapi tidak mau membagi dagingnya kepada anak yatim yang memintanya.⁣ ⁣ Perilaku semacam itu disebabkan oleh tidak adanya harapan pada balasan di akhirat. Tanpa adanya iman pada akhirat, orang tentu saja akan berpikir untuk mendapatkan balasan instan dari kebaikannya. Oleh sebab itu, sebagian ahli tafsir menafsirkan kata “ad-din” pada ayat pertama Surah Al-Maun dengan “hari pembalasan” sebagaimana tafsir kata itu pada Surah Al-Fatihah. Pangkal dari amal-amal dengan motivasi dunia semata adalah mendustakan hari pembalasan di akhirat.⁣ ⁣ Ayat ini mengajarkan kita bahwa menjadi dermawan atau me

Zina

Tidak ada pelaku zina yang dirajam di masa nabi kecuali atas pemintaan sendiri. Tidak ada satu pun catatan dari kitab-kitab sirah yang menceritakan adanya operasi tangkap tangan pelaku zina. Masa nabi tak berjarak jauh dari masa jahiliah, perbuatan zina bukan hal yang sulit dicari tapi muslimin tak sibuk mencari-cari aib saudaranya sendiri. Sikap welas asih Islam lebih dominan dari ketegasan hukumnya. Abu bakar pernah dicurhati pelaku zina tapi Abu Bakar menyuruhnya menutup aib itu. Umar yang dikenal keras pun berlaku sama, memberikan kesempatan hidup bagi pelaku zina. Para sahabat tidak berambisi untuk menghukum pelaku dosa privat selama bukti-bukti belum terpenuhi, apalagi pelakunya menunjukkan kesungguhan bertaubat. Saat Maiz bin Malik menemui nabi untuk mengakui perbuatan zinanya, nabi berulang kali memalingkan wajah, tak ingin menanggapi. Maiz lantas memaksa sampai-sampai nabi tak bisa menghindar lagi. Dalam riwayat yang lain, ada seorang perempuan meminta hukuman atas perbuatan z

Bias Penilaian Diri

“Ignorance more frequently begets confidence than does knowledge.” (Ketidaktahuan lebih sering melahirkan kepercayaan daripada pengetahuan.) —Charles Darwin Orang yang pengetahuannya sangat terbatas tidak akan mengetahui kelemahan dari pengetahuan mereka sendiri, dan berpikir bahwa mereka adalah seorang ahli. Orang seperti itu membawa beban ganda: tidak tahu dan tidak tahu tentang ketidaktahuaannya. Orang-orang dengan pengetahuan minim cenderung berisik tentang segala hal yang sebenarnya tidak mereka kuasai. Ini adalah bias penilaian diri yang sering terjadi. Saat baru membaca satu referensi, seseorang bisa jadi siap berdebat dengan semua orang karena merasa pandai. Baru membaca satu buku sudah merasa serba tahu. Makin banyak belajar barulah sadar, bahwa pengetahuan yang dimiliki belum apa-apa, belum seberapa. Seperti satire Oscar Wilde, “I am not young enough to know everything.” Seseorang seringkali merasa ahli padahal baru memulai. Bias dalam menilai diri sendiri disebut Efek Dunnin

Kontribusi Kolonialisme bagi Pendidikan di Indonesia

Sejarah tidak hitam putih seperti cerita dalam buku IPS. Kehadiran kaum penjajah di masa kolonialisme tidak hanya membawa hal serba buruk. Mereka juga memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa ini. Kita tak jarang salah kaprah dalam memahami jati diri bangsa karena tidak menyelami sejarahnya. Sebagai contoh, saat melihat wanita berpakaian terbuka, masyarakat kita sering menyebutnya tidak sesuai budaya dan kepribadian bangsa. Padahal, budaya asli kita justru menerima adanya wanita bertelanjang dada. Tidak hanya orang-orang di pedalaman Papua seperti yang kita lihat sekarang, orang Jawa atau Bali juga biasa bertelanjang dada di masa lalu. Bahkan, wanita-wanita Bali hingga tahun 1950-an tidak mengenal penutup dada. Baca saja, tidak perlu dibayangkan.  Secara umum, di awal abad ke-19, menutup dada belum jadi kelaziman di Indonesia. Kebiasaan mengenakan kutang diperkenalkan orang-orang Belanda. Remy Sylado menceritakan sejarah lahirnya istilah kutang, dalam buku “Pangeran Diponegoro”. Saat

Cantik

Rasul pernah ditanya perihal siapakah wanita yang baik, beliau menjawab, “Yaitu (pertama) yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya.” Good looking adalah koentji. Shalat, puasa atau berjilbab rapi adalah amalan standar muslimah, melakukan hal-hal dasar semacam itu tidak menjadikan seseorang istimewa. Sedap dilihat mata adalah hal yang berbeda, tidak ada dosanya kamu bertampang burik tapi tampil cantik tentu lebih baik. Minimal mandi! Andai basuhan air wudhu dan bedak bayi benar-benar bisa mempercantik semua wanita, tentu kita sangat berbahagia. Sayangnya tidak sesederhana itu kenyataannya, bagi banyak wanita menjadi cantik butuh dukungan usaha dan dana. Laki-laki jangan mau enaknya saja, jika ingin istri cantik kinyis-kinyis modalnya tidak bisa tipis-tipis. Ngasih dana minimal, jangan nuntut hasil maksimal. Asal dananya ada, tampang Fatah bisa disulap jadi Lucinta. Sebenarnya bukan hanya istri yang harus sedap dipandang, suami juga sama. Di masa Umar pernah ada wanita yang menggu

Terpaksa Cinta

Kamu bukan yang pertama dan bukan pilihan utama tapi mungkin akan menjadi yang selamanya. Kamu tahu betapa kebersamaan kita pada mulanya hanya keterpaksaan saja. Perpisahanku dengan yang sebelumnya bukan karena kami tak lagi saling menyukai, tapi karena orang jahat yang memaksa hubungan itu harus disudahi. Rasaku tertinggal bersamanya, kamu hanya pelarian saja. Kamu hanya pilihan, bukan tujuan, barangkali awalnya begitu tapi kita tahu selanjutnya tak seperti itu. Aku pernah mendua, meniga tapi kepadamu jua kembaliku. Ada yang memberiku banyak tapi juga memintaku banyak. Ada yang kelihatan pemurah tapi nyatanya penjarah. Kamu, kamu selalu menerimaku pulang tak peduli sejauh apa aku pergi. Kamu kadang lola , kadang menghilang entah ke mana tapi jika sudah menjadi takdirnya maka aku bisa apa? Kamu memang sederhana tapi sebanding dengan sikapmu yang tak banyak meminta. Setelah dua belas tahun berlalu pada akhirnya aku tetap bersamamu. Terkunci dengan banyaknya memori. Keinginanku untu

Bucin Visual

Hal yang paling disukai laki-laki tentu saja perempuan. Normalnya begitu. Kitab suci pun menaruh perempuan sebagai hal yang paling indah dalam pandangan laki-laki mendahului anak dan harta benda. Firaun yang tega membantai bayi-bayi nyatanya bucin juga, gak kuat nolak bujuk rayu istrinya yang mau mengadopsi Musa. Taurat mengisahkan Adam kuat digoda iblis tapi lemah digoda hawa (yang terbujuk iblis) hingga terusir dari surga. Laki-laki jatuh cinta karena rupa. Lobus parietal di otak laki-laki katanya adalah penyebab kenapa laki-laki cenderung tertarik pada keindahan visual yang dimiliki perempuan. Laki-laki akan mempertimbangkan kecantikan dulu sebelum memikirkan hal yang lain. Nabi pun ketika ditanya perihal wanita yang paling baik, beliau menyebutkan kriteria pertamanya adalah yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya. Islam tidak menafikan fitrah manusia tapi mengaturnya. Laki-laki memang kodratnya menyukai perempuan, diberilah jalan yang halal berupa pernikahan. Fitrah laki-la