Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2018

Gaun Pengantin

Khaulah binti Hakim mendandani putri Ummu Rumman yang hendak menemui kekasihnya. Ummu Rumman turut serta dalam momen itu. Ia pantas berbangga sebab bakal secara utuh menjadi bagian dari keluarga terbaik di semesta. Sang putri melangkah anggun diiringi para remaja yang mendendangkan lagu-lagu kepahlawanan. Kebahagiaan kaum muslimin yang mulai mapan di Madinah semakin bertambah di hari itu. Itulah hari ketika Aisyah binti Abu Bakar akan secara penuh mengabdikan dirinya kepada Rasul. Hari itu Aisyah mengenakan gaun nan elok berbahan sutra bermotif garis merah yang menambah keindahan. Pakaian indah yang didatangkan dari Bahrain. Pakaian yang cepat menjadi populer di kalangan muslimah Madinah. Jomblo yang menikah setelahnya banyak yang meminjam pakaian tersebut untuk dikenakan dalam walimah. Muslimah yang hendak menikah tidak hanya sederhana dalam urusan mahar, mereka juga tidak ribet masalah busana: kenakan seadanya atau pinjam saja. Menikah itu mudah, ia sempurna dengan ucapan “aku terima

Menikah

Yen gelem tak jak rabi Ra gelem tak jagongi Ora usah digetuni Pikir keri (Andi Mbendhol, Pikir Keri ) Cinta hanya menawarkan dua jalan mulia: nikahi atau relakan pergi. Cinta sejati tak merendahkan dirinya dengan menawarkan janji tak pasti. Nampaknya, Ali bin Abi Thalib memilih yang kedua, mengikhlaskan berlalunya cinta tanpa pernah menyatakannya. Mending cinta selamanya tersimpan daripada terucapkan tapi tak berakhir dengan pernikahan. Ali tak cukup punya nyali untuk meminang Fathimah putri Nabi. Lebih-lebih Rasul baru saja menolak Abu Bakar dan Umar. Ali membatin, siapalah dirinya di hadapan dua orang mulia itu. Ali merasa tak ada lagi harapan. Ah, menantu macam apa yang dikehendaki Rasul? Ali masih diam dengan kegelisahan yang jelas terpendar. Bagi sahabatnya, cukup mudah menebak hasrat Ali untuk menjadi menantu Nabi. “Kenapa bukan kau yang mencoba, sob?” sebagian sahabat menyemangati Ali. Ali ragu-ragu, kalaupun ia diterima ia tak punya apa-apa untuk dijadikan mahar. Jika hari itu

Sumbut

“Ya Allah, (rezeki) yang sedikit itu tidak memperbaiki diriku dan aku tidak bisa banyak beramal baik dengan itu.” Inilah doa Saad bin Ubadah, pemuka Anshar yang paling blak-blakan di antara kaumnya. Saad tidak main-main dengan doanya, ia bicara apa-adanya ketika meminta harta berlimpah pada Rabb-nya. Saad bin Ubadah tidak memiliki rem untuk berhenti menggelontorkan hartanya di jalan Allah. Ia senantiasa menyediakan bekal bagi Rasulullah. Bila umumnya orang Anshar mengajak singgah dua atau tiga orang Muhajirin untuk dipenuhi kebutuhannya, Saad bin Ubadah pulang mengajak delapan puluh orang Muhajirin! Saad bin Ubadah konsisten antara perkataan dan sikapnya. Ia lugas, tidak menutup-nutupi isi hatinya. Saat ia pikir terjadi keganjilan maka ia tak segan berkomentar bahkan di hadapan Rasulullah. Saad tegas dengan apa yang ia yakini, tapi dia bukan orang yang ngeyelan ketika kebenaran ternyata berseberangan dengan pendapatnya. Saad adalah jenis laki-laki yang kata-katanya megah namun sumbut

Janji

Kaab bin Asyraf adalah individu yang paling banyak mencederai perjanjian damai di Madinah. Sekutu Yahudi Bani Nadhir ini penyair kenamaan yang menjadi penggawa media anti-Islam. Syair-syairnya secara gamblang memusuhi Rasulullah dan muslimin. Ia menunjukkan keberpihakannya kepada musuh-musuh Allah tanpa segan. Orang ini tak juga kapok setelah syair-syairnya keok dan dipecundangi penyair andalan Rasul, yakni Hasan bin Tsabit. Kaab bin Asyraf melanggar banyak klausul perjanjian damai yang berarti ia wajib dihukum bunuh. Rasulullah menawarkan kepada para shahabat, “siapakah yang akan membunuh Kaab bin Asyraf, sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya.” Didorong keinginan untuk mengabdi kepada Allah, Muhammad bin Maslamah kontan saja menawarkan diri. Rasul pun setuju, namun Muhammad bin Maslamah baru kepikiran,  lah , bagaimana caranya melakukan tugas ini? Bermula dari aksi spontan  pikir keri —pikir belakangan, Muhammad bin Maslamah pusing bukan main. Sudah tiga hari ia mengota