Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Kalem

Gerombolan penyebar hoaks tiada bosan mem-viral-kan fitnah bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah orang gila. Bagi penduduk asli Makkah, entah muslim atau kafir, hoaks semacam itu tentu sudah tidak lagi sebab mereka sama-sama tahu track record Rasulullah yang terpuji. Sedari awal hoaks itu mungkin memang tidak ditujukan untuk mengelabui penduduk Makkah melainkan para pelancong yang singgah di kota itu. Islamnya para pelancong lebih menyebalkan bagi gerombolan Abu Jahal sebab hal itu bakal memperluas jangkauan dakwah Islam. Pelancong yang masuk Islam otomatis akan mendakwahkan agama baru itu kepada kaumnya, hal itu tentu saja meresahkan kaum penyembah berhala. Ketika Dhimad Al-Adiy pergi ke Makkah, ia tak luput dari obrolan trending topic tentang kegilaan Muhammad. Ia terpengaruh juga dengan fitnah itu. Uniknya, bukannya menjauh, Dhimad malah penasaran ingin bertemu Rasulullah karena ternyata dia adalah seorang “dokter spesialis kejiwaan”. Dhimad berujar, “sekiranya aku b

Aku Adalah Ibu Orang yang Disalib Itu!

Al-Hajjaj Ats-Tsaqafi mengepung Makkah selama enam bulan dan memutus distribusi makanan ke dalamnya. Al-Hajjaj adalah si keji yang dikirim Abdul Malik bin Marwan untuk menaklukkan khalifah Abdullah bin Zubair, pemimpin Makkah. Dengan boikot selama itu, satu persatu pendukung Abdullah membelot, termasuk istri-istrinya. Dalam keadaan yang makin genting Abdullah menemui Ibunya, Asma’ binti Abu Bakar. Abdullah mencium kening ibunya dan meminta nasihat darinya. Inilah keteladanan agung bagi jiwa-jiwa yang sumpek karena kebuntuan. Ibu adalah peraduan yang tidak pernah berkhianat. Abdullah mencium dan memeluk ibunya hingga Asma merasakan baju besi yang anaknya pakai. Asma’ berkata bahwa perindu syahid tak memerlukan pelindung semacam itu. Abdullah berkata bahwa ia mengenakan baju besi hanya untuk menenangkan ibunya semata. Maka dilepaslah baju besi itu beserta segala beban di hati. “Ibuku, jika kau terbunuh, jangan tangisi aku.” Jiwa Asma’ tak merapuh seperti raganya yang hampir berusia serat

Sepatu Nabi

Ketika Nabi Musa hendak berbicara dengan Allah di lembah suci, Thuwa, ia diperintahkan untuk melepas sepatunya. Konon dari situlah muncul tradisi di kalangan Yahudi Madinah untuk melepaskan alas kaki ketika akan beribadah. Nabi Muhammad yang ingin tampil beda dari Yahudi diriwayatkan bersabda, “shalatlah kalian dengan memakai sepatu, dan janganlah menyerupai perbuatan Kaum Yahudi.” Beliau bahkan dikisahkan beberapa kali menyampaikan keutamaan memakai sepatu. Pembahasan para ulama mengenai sepatu Nabi cukup menarik. Sepatu dianggap sebagai simbol kemuliaan, pembeda dengan Yahudi, bagian dari pendulang pahala hingga mendekatkan surga. Beberapa orang bahkan memiliki keyakinan aneh dan nyeleneh bahwa menyimpan gambar sepatu Nabi Muhammad dapat memberikan berbagai keutamaan karena bagian dari bukti kecintaan kepada Beliau. Secara pribadi Rasulullah sangat menyukai sepatu, sampai-sampai Beliau dijuluki shahibul na’lain , pemilik sepasang sepatu. Konon, sepatu kesayangan Nabi berwarna kuning!