Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Wabah

Kurang lebih dua puluh lima ribu shahabat Nabi wafat akibat wabah. Ngeri, kan? Orang-orang saleh tak kebal penyakit, Abu Aswad yang menggagas ilmu nahwu itu pun meninggal karena wabah. Bagi mereka juga berlaku hukum alam. Sakitnya boleh sama, nilainya tergantung pada bagaimana menyikapinya. Islam adalah agama yang menghormati akal, tidak ada beban agama bagi yang akalnya tak sempurna. Saat menghadapi musibah wabah, orang yang berakal sehat tentunya tidak asal pasrah dengan dalih hanya takut kepada Allah. Nabi dan para pengikutnya yang saleh secara jelas mencontohkan sikap anti fatalisme. Sabar harus diiringi ikhtiar. Wabah besar telah berkali-kali melanda peradaban manusia. Tiga anak Ibnu Hajar, pengarang Fathul Bari, termasuk calon cucunya meninggal karena wabah. Kita tentu tak meragukan kefakihan Ibnu Hajar, tak perlu juga menyangsikan keimanan beliau. Apakah beliau menyikapi wabah itu hanya dengan pasrah sebagai takdir yang mesti diterima? Nyatanya tidak. Sikap beliau jauh dari kata

Menguji

Hari ini saya menguji dua puluh proposal penelitian. Delapan belas proposal saya tolak, dua sisanya gagal karena penulisnya tidak hadir. Saya bukan tipikal people pleaser, saya melakukan apa yang menurut saya perlu meskipun orang lain mungkin tak suka. Bagi saya cara terbaik untuk menghargai proposal, skripsi, makalah atau karya mahasiswa yang semisal itu adalah dengan mengujinya dengan serius. Ujian skripsi yang cuma haha-hihi itu penistaan terhadap proses menulis skripsi yang tak mudah dan tak murah. Seharusnya penulis skripsi merasa tersinggung jika tidak diuji secara layak. Saya pernah mengikuti satu wawancara proposal penelitian. Tulisan saya dikuliti habis-habisan. Saya dihujani pertanyaan yang benar-benar membuat saya kliyengan. Sekian menit yang benar-benar membuat saya terlihat bodoh dan memang bodoh. Begitu sesi itu selesai, saya benar-benar merasa bahagia. Saya belajar banyak hal dari pertanyaan-pertanyaan sulit itu, saya tahu perlu belajar apa lagi setelahnya. Dibantai, dih

Kuliah

Saat SMP saya menertawakan teman saya yang bermimpi ingin kuliah. Saya orang kampung yang kampungan. Jangankan kuliah, banyak warga kampung saya yang cuma lulusan SMP. Teman saya bahkan ada yang tidak lulus SD. Filosofi tetangga saya adalah kuliah itu perjudian yang minim peluang menangnya. Bayarnya sudah pasti, hasilnya belum jaminan. Saya baru punya minat kuliah setelah mau lulus SMA. SMA saya cukup ternama, alumninya banyak yang kuliah bahkan ke luar negeri, saya jadi kecipratan motivasi. Saya sebenarnya maju mundur mau daftar kuliah. Guru BK saya begitu antusias memotivasi saya daftar ke ITB atau ITS. Beliau mengira saya pandai fisika lantaran guru fisika pernah memuji saya di awal kelas X. Beliau tidak tahu bahwa setelah pujian itu, dua setengah tahun selanjutnya saya megap-megap jadi siswa paling bodoh di mapel fisika. Ahahaha. Saya yang tahu diri tak mungkin mengikuti saran beliau.  Sekian lama bingung, saya pasrah, ke mana saja tak masalah asalkan kuliah. Sebenarnya saya sudah

Malu

Semingguan ini ramai perbincangan tentang youtuber bercadar yang gemar membikin konten ngajak-ajak orang menutup aurat. Sebenarnya mudah ditebak jika hanya bocah lugu atau orang dewasa yang bego saja yang percaya kontennya benar-benar untuk dakwah. Dengan asumsi ada orang bego yang membaca tulisan ini maka saya akan menjelaskannya dengan murah hati. Pertama, pembuat kontennya memang bercadar tapi hampir semua videonya menampilkan wanita-wanita seksi yang mengumbar aurat tanpa sensor. Dia secara vulgar mengekspos seksisme, judul-judul videonya banyak menggunakan kata-kata bernuansa mesum. Saya kira perlu otak yang memang mesum untuk bisa membuat judul-judul itu. Kedua, tidak perlu ada alasan kedua. Jika alasan pertama tidak bisa dicerna, percuma ada alasan kedua. Patut diduga penyuka video-video dari channel tersebut berasal dari tiga kelompok orang: lugu, bodoh dan mesum. Sangat mungkin video semacam itu sebenarnya diminati orang-orang mesum yang memang ingin melihat mbak-mbak yang die

Hidup Tenang

Setelah belajar Stoisisme, filsafat Romawi anti galau, aku bisa menyarankan beberapa hal buat kamu. Pertama, fokuslah pada apa yang bisa kamu kendalikan. Kita gak perlu mikirin hal-hal yang tidak bisa kita ubah, hal itu cuma bikin kita suka ngeluh atau uring-uringan. Saat ada orang yang terus-menerus bertanya tentang kiamat kepada Rasul, Rasulullah balik bertanya tentang apa yang sudah dipersiapkan penanya untuk menghadapinya. Fokus pada apa yang bisa kita lakukan, bukan apa yang kita khawatirkan. Kedua, jangan suka pamer. Pamer melahirkan ekspektasi, ekspektasi melahirkan kekecewaan. Stoisisme mengajarkan agar motivasi segala pilihan hidup kita bukan orang lain tapi diri sendiri. Agama menaikkannya menjadi niat yang ikhlas. Sama-sama jangan jadikan orang lain sebagai alasan kita melakukan sesuatu. Kalau mau jadi penulis ya menulis saja, enggak perlu terlalu mikirin respon pembaca. Kalau mau berkarya ya bikin saja, lakukan dengan bahagia dan lillahi ta'ala. Don't live according

Malu

Semingguan ini ramai perbincangan tentang youtuber bercadar yang gemar membikin konten ngajak-ajak orang menutup aurat. Sebenarnya mudah ditebak jika hanya bocah lugu atau orang dewasa yang bego saja yang percaya kontennya benar-benar untuk dakwah. Dengan asumsi ada orang bego yang membaca tulisan ini maka saya akan menjelaskannya dengan murah hati. Pertama, pembuat kontennya memang bercadar tapi hampir semua videonya menampilkan wanita-wanita seksi yang mengumbar aurat tanpa sensor. Dia secara vulgar mengekspos seksisme, judul-judul videonya banyak menggunakan kata-kata bernuansa mesum. Saya kira perlu otak yang memang mesum untuk bisa membuat judul-judul itu. Kedua, tidak perlu ada alasan kedua. Jika alasan pertama tidak bisa dicerna, percuma ada alasan kedua. Patut diduga penyuka video-video dari channel tersebut berasal dari tiga kelompok orang: lugu, bodoh dan mesum. Sangat mungkin video semacam itu sebenarnya diminati orang-orang mesum yang memang ingin melihat mbak-mbak yang die

Rasulullah dan Semangka

Imam Ahmad pernah ditanya kenapa enggak mau makan semangka. Jawaban ahli fikih yang biasa shalat tiga ratus rakaat tiap hari itu ngaget-ngageti . Beliau berkata bahwa alasannya tidak mau makan semangka bukan karena buah itu haram, tapi lantaran tidak tahu bagaimana cara Rasulullah memakan semangka. Dari sejutaan hadis yang beliau hafal, tidak satu pun yang menjelaskan hal itu. Andai beliau hidup di masa sekarang, mungkin gak bakal punya akun WA apalagi TikTok karena hal semacam itu jelas gak ada di era Rasulullah. Tentu saja kalau diajak debat soal bid’ah, beliau gak bisa diserang dengan jurus andalan “di zaman Nabi gak ada motor, HP, pesawat, bla, bla, bla , berarti itu bid’ah, jangan kamu pakai!” Andai digertak begitu, Beliau bisa dengan enteng menjawab, “ Lah , saya memang tidak pakai semua itu karena tidak tahu cara memakainya sesuai tuntunan Rasulullah.” Ulama yang dikriminalisasi khalifah Abbasiyah ini bisa-bisa digeruduk ormas keblinger atau minimal masuk berita online karena d