Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

Merayakan Kegagalan

Karmaṇyeva adhikāras-te mā phaleṣu kadācana Bekerja sebaik-baiknya, dengan penuh semangat tetapi jangan menghabiskan tenaga memikirkan buahnya . Sekitar tujuh tahun lalu ada lima orang setengah teler bercerita panjang lebar tentang kegagalan mereka. Ya, mereka sedang merayakan kegagalan, menceritakan apa yang sebelumnya ditutup-tutupi. Tak dinyana, menceritakan kegagalan ternyata memberikan banyak manfaat jika kondisinya tepat. Lima orang tersebut kemudian menginisiasi acara yang mewadahi orang-orang untuk menceritakan kegagalan. Tujuannya untuk mengeluarkan sengatan rasa malu dan bersalah dari kegagalan.  Yes, you should tell everyone about your failures! Berkat media sosial, acara tersebut segera booming . Sekitar lima tahun berjalan, jangkauannya lebih dari 75 negara. Di masyarakat yang tak biasa membicarakan kegagalan, misalnya Jepang, acara macam ini justru sangat diminati. Curhat adalah jalan ninjaku! Ya, kadang-kadang kita memang bosan dengan kisah sukses para motivator yang did

Pelik Butuh Peluk

Hamka’s Great Story: A Master Writer’s Vision of Islam for Modern Indonesia (2016) mengisahkan secara apik perjalanan Hamka merampungkan Tafsir Al Azhar dalam penjara republik ini. Kisah serupa juga dilakoni Sayyid Qutb yang menulis Fi Dzilalil Quran dalam kurungan Gamal Abdul Nasser. Berabad sebelumnya, Ibnu Taimiyah yang dua belas kali dipenjara juga banyak menulis karya dalam jeruji besi. Tak jarang pula buku-buku kenamaan ditulis ketika penulisnya dalam masa berat bahkan sekarat. Syair paling indah lahir dari mereka yang patah hati berdarah-darah. Apalah yang hendak dicari dari orang-orang yang menganggap hidup tiada arti selain waktu menunggu mati, merindu Ilahi. Bukankah sebaik-baiknya karya adalah yang dipersembahkan kepada Tuhan saja? Masa bodoh dengan pujian dan cela. Jika kita sedang dikepung situasi pelik butuh peluk, mungkin itulah waktunya karya kita terbentuk. Jika sedih mengiris, bolehlah nangis meringis tapi lebih baik menulis. 

Wani!

Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan beberapa nama wanita yang pernah menawarkan diri kepada Rasulullah untuk dinikahi. Termasuk dalam daftar itu adalah ummul mukminin, Maimunah binti Al-Harits. Beliau adalah wanita yang terakhir dinikahi Nabi, dan yang paling sering diajak mandi bareng. :) Kisah ini bisa dibaca dalam tafsir Quran Al-Ahzab: 50, “Dan perempuan mukminah yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau menikahinya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.”  Hidup memang perlu realistis, wanita tak harus pasif menunggu ketiban rezeki berwujud suami saleh, rupawan dan berkecukupan sepertiku. Jika ada kesempatan tak jadi soal berlalu agak agresif untuk menawarkan diri, "Nikahi aku, Bang! Nikahi!" Diriwayatkan ada seorang wanita menawarkan diri pada Nabi tapi Nabi tak berkenan mengiyakan. Alhasil, ada sahabat cekatan ambil peluang, minta agar wanita tersebut nikah saja dengannya. :) Sesederhana itu urusan nikah di zaman itu. Gak per

Pipit Haji dan Burung Gereja

Kalau ada tetangga muslim kita yang berpenampilan kearab-araban gak usah risau, hal itu tak lebih unik dari perayaan natal di negeri tropis tapi bertema salju-saljuan ala Eropa. Tulisan ini tidak menggunakan perspektif agama loh ya, saya hanya ingin menyoroti bahwa hal-hal tertentu tak harus punya alasan yang rumit. Natal selalu dikaitkan dengan salju, setidaknya begitulah yang digambarkan dalam film Home Alone yang entah berapa kali diputar RCTI. Nyatanya, di Inggris pun jarang ada salju menumpuk di hari natal. Salju lebih mungkin muncul di bulan Januari dan Maret. Jika ditarik ke versi Injil Lukas, saat Yesus lahir di Betlehem ada para penggembala yang menjaga ternak mereka di padang, apa iya ada orang menggembala di musim salju? Balik lagi ke awal, kadang-kagang yang seperti itu gak perlu dipikir mendalam. Mau berbahagia saja kok dibikin ribet. Gak perlu juga tanya kenapa harus ada pohon cemara. Sekali lagi, kadang-kadang kita perlu lebih santuy. Saya biasa makan tanpa sendok, makan

Buronan Khalifah

Ulama zaman dulu banyak yang dikriminalisasi pemerintah gara-gara menolak diberi jabatan. Sekali lagi, menolak jabatan. Me-no-lak. Bukan gagal mengejar jabatan kemudian ngambek dan memusuhi pemerintah. Abu Hanifah (satu dari empat imam mazhab) disiksa hingga wafat oleh khalifah karena gak mau menduduki jabatan hakim. Padahal gaji hakim di masa Dinasti Abbasiyah melimpah ruah loh.  Setelah Abu Hanifah wafat maka sang khalifah bukannya tobat malah nyari target baru. Ia melacak orang paling alim sejagat kala itu. Ketemulah nama ulama terkenal (walaupun kisanak mungkin tak kenal, ehe) yaitu Sufyan Ats-Tsauri. Ulama ini jos banget lah, kalau orang lain tawaf tujuh kali maka beliau belum selesai sujud sekali.  Bisa ditebak, Sufyan menolak tawaran khalifah. Khalifah ngamuk lagi. Yah, hidup di era khilafah memang gak enak-enak banget juga. Sufyan pun melarikan diri. Duh Gusti, nolak jabatan sampai melarikan diri. Sufyan akhirnya jadi buronan pemerintah, beliau bersembunyi dari satu negeri ke n

What A Mbuh!

(Awas, tulisan ini memuat kata-kata kasar) Ada penceramah yang suka sekali berkata-kata kasar semisal "goblok", "bajingan", "tolol" dan yang masih anget "l*nte". Sebenarnya orang macam ini gak layak diladeni dengan serius. Agama hanya dibebankan kepada orang yang berakal sehat, orang yang akalnya sakit tidak perlu digubris. Wong edan pokoke bebas! Andai secara medis masih sehat otaknya, nampaknya rasa malunya sudah hilang. Orang yang tidak tahu malu dipersilakan berbuat semaunya.  Saya coba browsing riwayat pendidikannya, syukur kalau sekalian dapat riwayat kesehatannya. Hasilnya nihil. Biografinya gak dikenali Mbah Google. Saya hanya menemukan rekam jejak ujaran kebencian, dan tulisan-tulisan yang mempertanyakan asal-usul orang itu. Saya sampai kepikiran, apa orang ini memang tidak punya sisi yang lumrah dimiliki seorang "ustaz". Saya masih telaten mencari. Saya gak nemu apa yang saya cari, tapi malah dapat informasi menarik terkait

Bumi

  Kira-kira beginilah citra Bumi tanpa air (hydrosphere) dan tanpa udara (Atmosphere). Bentuknya akan tetep "Oblate Spheroid", gak jadi kotak. Tentu saja ilustrasi agak berlebihan, mestinya lebih mulus karena rata-rata ketinggian benua adalah 40 KM padahal diameter bumi sekitar 12000 KM. Dengan skala segitu mestinya permukaan bumi yang kerontang terlihat lebih halus. Ngomong-ngomong soal diameter dan jari-jari bumi, sebelas abad silam Al-Biruni sudah mengukurnya dan hasilnya 99% akurat seperti perhitungan ilmuwan modern. Dia "cuma" menggunakan alat ukur derajat bintang dan rumus trigonometri, loh! Ya tapi dia naik gunung juga, membuat garis cakrawala, memprediksi inti bumi dst. dst. Sebenarnya rumit juga, ehe. Keren! Orang di masa itu sudah kepikiran menghitung diameter bumi, padahal zaman sekarang ada pelajar diberi beban belajar agak berat saja yang ngajar bisa dipisuhi. Kalau matahari didekatkan ke bumi beberapa menit cahaya kira-kira seperti itulah penampakan bu

Honorer

Guru honorer yang upah sebulannya 267.000 rupiah, sepatunya bolong, periuknya juga mungkin sering kosong. Para ortu patungan membelikannya sepatu dan motor. Ini mengharukan tapi menyedihkan, tak semestinya guru hidup sedemikian memprihatinkan. Stop. Cukup. Jangan terus-terusan meromantisasi profesi guru sebagi kerja ikhlas tak mengharap balas. Guru mesti punya nilai tawar. Setidaknya itu pandangan pribadi saya. Sewaktu jadi guru, saya pernah menolak kontrak kerja dengan alasan gajinya terlalu kecil. Saya sampaikan kepada pihak sekolah jika menginginkan saya mengajar maka mereka mesti menaikkan gaji saya (dan tentu saja berimbas ke guru lainnya). Aspirasi saya akhirnya diiyakan sekolah. Saya mending blak-blakan di awal daripada nggrundel sepanjang karier di kemudian hari, ngrasani sekolah setiap hari. Realitanya banyak yang seperti itu, sampai-sampai ada guru yang demontrasi menuntut kenaikan gaji. Saya realistis saja, jika gaji terlampau minim saya tak bakalan bisa fokus mengajar. Saat

Pemelajar Merdeka

Pagi ini saya membaca opini Dahlan Iskan tentang kampus merdeka. Detail kebijakan tentang ini belum ada, mestinya memang tidak usah didetailkan agar benar-benar merdeka. Cukup diberi aturan terkait hal-hal pokok saja. Biarkan instansi pendidikan berijtihad memajukan kualitasnya. Saya bukan pemangku jabatan yang bisa cawé-cawé soal kebijakan. Saya ingin menafsirkan istilah kampus merdeka secara merdeka pula. Bagi saya aspek pokok dalam kampus merdeka (maupun sekolah merdeka) adalah mewujudkan pemelajar merdeka. Mahasiswa dan siswa belajar tanpa beban kepentingan praktis di masa depan (baca: siap kerja). Belajar ya belajar saja, demi menaikkan nilai diri. Dalam Filsafat Pendidikan Islam tujuan akhir pendidikan (Islam) adalah meneladani sifat-sifat Allah. Perkara yang didahulukan dalam tujuan nasional kita juga agar terwujud manusia yang beriman dan bertakwa, bukan manusia siap kerja. Kita memang tidak bisa menafikan bahwa bisa kerja setelah lulus memang salah satu alasan seseorang sekola

Homeless

Semasa kuliah, saya biasa baik bus saat mudik (baca: minta sangu kuliah). Dalam perjalanan itu, sekitaran Terminal Tirtonadi adalah salah satu spot paling berkesan bagi saya. Lumayan banyak tuna wisma yang keleleran di pinggir jalan area itu. Pemandangan itu mengusik batin saya: siapa yang menjamin hidup saya tak seperti mereka, atau bahkan lebih buruk? Kengerian yang logis tentang masa depan. Sekarang, tiap hari saya disuguhi pemandangan yang nyaris sama saat nyegat bus ke kampus. Bedanya, saya tidak terlalu waswas lagi mikir diri sendiri, saya sudah punya rumah dari hasil kerja merayu orang tua. Alhamdulillah sekali, bestie . Kekhawatiran beralih pada nasib anak-anak muda yang sering saya temui.  Banyak analis memprediksi bahwa generasi mereka akan sulit punya rumah sendiri. Sulit nyari kerja, dapat kerja gajinya tak seberapa. Saya beneran  gelisah, ingin berbuat sesuatu untuk mereka agar mampu bersaing di dunia kerja. Rezeki memang sudah dijamin, tapi jangan lupakan mereka yang m

Garong dan Copet

Pasca terusirnya Jepang dari Indonesia di wilayah Jawa Barat muncul ketakutan baru. Selepas waktu ashar jalan-jalan sepi Padalarang mulai terasa kesan horornya. Wilayah itu adalah sasaran para perampok beroperasi. Bukan sembarang rampok, mereka adalah orang-orang yang punya skill perang mumpuni diracik dengan kemelaratan dan sakit hati. Mereka mantan romusha era penjajahan Jepang. Di era Belanda balik ke Indonesia, nasib mereka sama susahnya, karena itulah mereka ngamuk, cari makan dengan menyamun. Dari sini muncullah istilah Garong, Gabungan Romusha Ngamuk. Bagi saya, kisah garong ini menarik. Bukan karena alurnya saja tapi karena kata "garong" ternyata akronim dan punya sejarah sendiri. Kita sering merasa mapan dengan makna kata menurut pengetahuan kita, merasa cukup dan benar padahal mungkin pengetahuan kita hanya seujung dari makna aslinya, bahkan melenceng. Sebagai contoh, saya dulu berpikir kata copet bermakna mencuri uang orang di jalan. Ternyata salah, "copet&quo

CPNS

Mumpung sedang musim tes CPNS, saya mau cerita pengalaman saya soal perhelatan tersebut. Jadi PNS sebenarnya agak muluk-muluk bagi saya, apalagi dosen PNS. Bayangkan, ketika akhirnya saya ikut seleksi tersebut pesertanya sekitar empat juta orang. Manusia sebanyak itu berebut peluang jadi pegawai negeri. Saking banyaknya jumlah itu membuat situs pendaftaran CPNS keok. Kalau mau agak lancar mesti begadang sampai pagi, bahkan ada yang sampai membayar joki. Saya tentu bukan golongan itu, saya daftar belakangan, menunggu keriuhan surut. Kalaupun gagal mendaftar maka anggap saja belum jatahnya. Seumur hidup saya cuma mendaftar CPNS ke satu instansi, tempat kerja saya saat ini. Saya dari Jatim, kuliah di Surakarta dan Yogyakarta tapi daftar ke Salatiga dan lokasi tes di Semarang. Blank. Saat berangkat ujian modalnya nekat percaya Google Maps. Pas naik bus ketemu beberapa orang berpakaian putih hitam, saya yakin mereka juga mau ujian, maka saat mereka turun saya ikutan turun saja. Alhamdulilla

Musibah ke Muhibbah

Langit Alexandria membiru seperti warna mata gadis-gadisnya. Warna elok itu berpadu dengan pasir putih kekuningan di bibir Laut Mediterania yang dihiasi batu warna-warni. Pedagang aneka makanan berderet di kota bergaya Athena itu, rata-rata menawarkan makanan khas setempat. Aku hanya sarapan seadanya di rumah, seperti biasanya. Bukan karena aku tak menyukai makanan Alexandria, tapi aku memang tidak sedang di sana melainkan di Kartasura yang identik dengan rica-rica Scooby-Doo. Gambaran ciamik Alexandria tak ada hubungannya denganku. Selesai mengisi amunisi, aku langsung berlari kecil menuju tempat pemberhentian bus. Lhadalah , ternyata bus langgananku sudah berangkat. Bus kok lagaknya seperti cinta, datang dan pergi seenaknya. Aku nggrundel . Alhasil aku naik bus setelahnya. Bus yang kukenal lemot na'udzu billah , beda dengan langgananku. Yah , anggap saja ujian. Membayangkan nyamannya bus itu sama ngilunya dengan datang ke nikahan mantan; mantan majikan. Aku yang semula dongkol, b

Mantra Mantan

Cerita cinta tanpa ada konsep mantan mungkin hanya milik Ada m dan Hawa. Anak cucunya, kita-kita ini, rasanya mustahil gak pernah punya sejarah cinta-cintaan yang gak kesampaian. Pacar mungkin belum pernah punya, tapi ada gebetan, inceran, crush , atau apalah sebutannya. Kita ini lemah soal cinta, lihat yang sedikit bening langsung ingin ngajak berumah tangga. Ketemu dosen mirip Dude Herlino bukan karya tulisnya yang ditanyakan tapi malah status pernikahan. Relevansinya apa dengan perkuliahan, Oneng. Habis stalking selebgram langsung ngirim DM, “tipe suami ideal kamu kayak apa, aku ingin memaksakan diri.” Ajur. Mantan adalah bagian dari kenyataan tak terelakkan. Mari berdamai dengannya mengikuti hikmah berserak dalam lagu-lagunya Cak Nan. “Sugeng dalu, ati sing biyen tau ngelarani” betapa kalimat ini mengandung isyarat ketabahan, keikhlasan dan kebaikan lain. Mengucap salam, mempersilakan bahkan memberikan nasihat, “mario leh mu dolanan ati, wis wayahe we kapok mblenjani.” Tak han