Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Kutunggu Jandamu

Cinta itu tetap ada dalam hatiku, bahkan lebih kuat dari yang dulu Namun bila aku menerimamu, aku khawatir tidak termasuk golongan orang yang “menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu.” (Umar bin Abdul Aziz) Rasulullah tahu bila di antara kaum muhajirin ada yang diam-diam mencintai Aisyah. Bukan sembarang lelaki, namun satu di antara sepuluh shahabat yang dijamin masuk surga. Cinta memang seenaknya saja parkir di hati manusia. Cinta tidak pernah jelas memperkenalkan diri. Semua kata-kata yang menjelaskannya hanya menjangkau epidermis saja. Cinta selamanya misteri tak terungkap kecuali bagi yang ditenggelamkannya. Lelaki itu adalah putra paman Aisyah sehingga sejak awalnya keduanya sudah saling mengenal. Rasa cinta lelaki itu secara gamblang terekam dalam beberapa hadis tapi tidak pernah ada riwayat yang menyebutkan Aisyah mengetahui atau menanggapi hal tersebut. Ini adalah kisah kasih tak sampai, cinta sepihak namun masih memiliki akhir mulia. Suatu ketika lelaki tersebut menemui Aisy

Menyembah Ka'bah

Allahu akbar, Allahu akbar! Suara Bilal mengangkasa di Masjidil Haram. Lelaki hitam yang dulu menyuarakan ‘ahad, ahad, ahad; di bawah impitan batu, kini mengumandangkan adzan di atas Ka’bah. Ia yang dulu mustahil mendekati Baitullah, kini memijakkan kaki di atasnya. Umayah bin Khalaf yang pernah menyiksanya sedemikian rupa, sudah tewas dengan hina. Abu Jahal sedang mencicipi siksa kubur, Abu Sufyan kalut tak bisa apa-apa. Asyhadu anna muhammadan rasulullah, kaum muslimin terdiam, khusyuk penuh syukur memandang rumah tua ( baitul atiq ) yang mereka rindukan. Ka’bah memang dicintai tapi kaum muslimin tahu di mana batas mencintai. Mereka menjadikannya tempat mulia tapi tak mem-berhala-kannya. Bilal adzan di atas Ka’bah, berdiri di atasnya, menginjaknya atas perintah Rasul, manusia yang paling tahu cara memuliakan bangunan itu. Di hari itu pula Rasul tetap menyerahkan kunci pintu Ka’bah kepada perwakilan kafir Quraisy, Utsman bin Thalhah, yang pernah mencaci maki beliau. Thalhah berkata,

Cantik Dulu, Shalihah Kemudian

“Pergilah dan pandang dia, karena di mata wanita-wanita Anshar ada sesuatu.” sabda Rasulullah kepada seorang yang menyampaikan niatnya untuk menikahi wanita Anshar namun belum melihat calonnya. Ke-shalihah-an para shahabiyah didikan Rasul mungkin tidak perlu diragukan tapi kriteria fisik perlu dipertimbangkan. Karena itulah Rasul menyuruh orang tadi melihat wanita yang hendak dinikahinya, sebab mata wanita Anshar berbeda dengan wanita lain dan mungkin bisa membuatnya terkejut. Imam Ahmad bin Hambal menasihatkan secara gamblang, “bila seorang lelaki ingin meminang wanita hendaknya hal pertama yang ditanyakan adalah kecantikan sang wanita.” Beliau melanjutkan, “jika wanita tersebut dipuji kecantikannya, bertanyalah lebih lanjut mengenai agamanya. Jika wanita tersebut baik agamanya, hendaklah ia menikahinya.”  Iman manusia naik-turun, jangan sampai seseorang menikahi seseorang yang jelek asalkan shalihah karena imannya sedang memuncak, lalu ia menyesali keputusannya ketika imannya nyungsl

Dukungan dan Perlawanan

Rasulullah bertanya kepada orang-orang Yahudi, “orang seperti apakah Abdullah bin Salam bagi kalian?” Abdullah bin Salam adalah rabbi Yahudi di Madinah. Ia disegani manusia karena kepakarannya dalam memahami Taurat. Wajar jika kaum Yahudi mengelu-elukannya di hadapan Rasul. Mereka berkata, “dia adalah orang yang paling alim di antara kami dan yang paling alim di antara orang alim kami. Dia adalah orang yang paling baik di antara kami dan yang paling baik di antara orang baik kami.” Seorang pemimpin sekaligus ulama yang hafal kitab suci, andai Kaum Yahudi butuh Capres tentulah Abdullah menjadi incaran. Rasulullah kembali bertanya, “bagaimana pendapat kalian jika Abdullah   memeluk Islam?” Mereka menjawab, “semoga Allah melindunginya dari hal itu!” Dalam timbangan nalar kaum Yahudi tentu saja tidak mungkin tokoh sekaliber Abdullah bin Salam menyeberang ke kubu lawan. Elektabilitas tinggi Abdullah bin Salam adalah energi untuk melawan Rasulullah yang memiliki basis pendukung dari Auz dan

Ladies First

Tak ada yang lebih kelulu ditiru perihal ini itu selain Rasulullahmu. Ia yang mengenyahkan keraguan atas wahyu Arrahman. Yang menuntun manusia menapaki kebenaran tanpa risau dengan celaan. Yang gagah berjihad tak takut percikan darah amis tapi terhadap keluarganya ia adalah sosok teramat manis. Ia dinginkan amarahnya dengan pelukan. Ia begitu romantis ketika memencet hidung sang istri yang ngambek. Ia adalah yang terbaik terhadap keluarganya. Ia tak ubahnya laki-laki lainnya hanya saja lebih terhormat, paling lembut dan senang tertawa dan tersenyum ketika bersama istrinya, demikian penuturan Aisyah tentang kekasihnya. Ia membiarkan ludahnya dan ludah istrinya bercampur dalam siwak yang sama. Ia memilih tidur di luar rumah karena khawatir ketukan pintu akan membangunkan istrinya. Ia mengekspresikan kasih sayang dengan banyak peluk, cium dan hadiah. Rasul bahkan mengatakan, “sungguh aku berjalan bersama saudara muslimku untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beriktikaf di masji