Langsung ke konten utama

Menyembah Ka'bah


Allahu akbar, Allahu akbar! Suara Bilal mengangkasa di Masjidil Haram. Lelaki hitam yang dulu menyuarakan ‘ahad, ahad, ahad; di bawah impitan batu, kini mengumandangkan adzan di atas Ka’bah. Ia yang dulu mustahil mendekati Baitullah, kini memijakkan kaki di atasnya. Umayah bin Khalaf yang pernah menyiksanya sedemikian rupa, sudah tewas dengan hina. Abu Jahal sedang mencicipi siksa kubur, Abu Sufyan kalut tak bisa apa-apa. Asyhadu anna muhammadan rasulullah, kaum muslimin terdiam, khusyuk penuh syukur memandang rumah tua (baitul atiq) yang mereka rindukan.

Ka’bah memang dicintai tapi kaum muslimin tahu di mana batas mencintai. Mereka menjadikannya tempat mulia tapi tak mem-berhala-kannya. Bilal adzan di atas Ka’bah, berdiri di atasnya, menginjaknya atas perintah Rasul, manusia yang paling tahu cara memuliakan bangunan itu. Di hari itu pula Rasul tetap menyerahkan kunci pintu Ka’bah kepada perwakilan kafir Quraisy, Utsman bin Thalhah, yang pernah mencaci maki beliau. Thalhah berkata, “sungguh hari ini Bangsa Quraisy telah kalah dan terhina.” Rasul menjawab, “Engkau masih bisa mengabdi dan mendapat kemuliaan.”

Ka’bah telah direnovasi sebanyak empat kali sepanjang sejarah. Pertama, dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Kedua, dilakukan oleh kaum Quraisy sebelum kenabian. Rasulullah terlibat dalam peristiwa ini sebagai penengah masalah peletakan Hajar Aswad. Dalam renovasi tersebut ukuran Ka’bah diperkecil karena penduduk Makkah sedang paceklik. Bentuknya juga dimodifikasi agar lebih aman dari maling, karena sebelumnya Ka’bah memang sering kemalingan. Setelah Fathu Makkah, Rasul membiarkan keadaan Ka’bah tetap seperti itu meski beliau tahu bagaimana sebenarnya Ka’bah sesuai pondasi Ibrahim.
Saat Ibnu Zubair bin Awwam menjadi penguasa Makkah, Ka’bah kembali direnovasi karena rusak. Bentuknya dikembalikan sesuai pondasi Ibrahim berdasarkan hadits Rasul kepada Aisyah. Setelah Ibnu Zubair wafat, Abdul Malik bin Marwan yang kurang ilmu justru mengembalikan bentuk Ka’bah seperti masa Rasul. Pada masa setelahnya ada niat dari khalifah untuk mengembalikan Ka’bah sesuai Pondasi Ibrahim tapi dilarang oleh para ulama. Mereka khawatir jika Ka’bah seakan menjadi mainan yang dibongkar-pasang oleh para khalifah. Akhirnya Ka’bah dibiarkan pada bentuknya yang ‘salah’ hingga saat ini.

Hajar Aswad yang masyhur dan menjadi incaran para jamaah haji dan umrah memiliki kisahnya sendiri. Pada abad empat Hijriyah, batu hitam itu dirampok oleh orang-orang Qaramithah dan dibawa pulang ke negerinya. Selama 22 tahun Ka’bah tidak memiliki Hajar Aswad. Shalat, haji dan umrah tetap berjalan tanpa berkurang nilainya. Hajar Aswad mulia bukan karena zatnya tapi karena Rasul memuliakannya. Bila ia tiba-tiba hilang, ya sudah, kaum muslimin tetap bisa beribadah dengan sempurna. Ka’bah di Masjidil Haram adalah kiblat shalat, tapi bila posisinya tidak diketahui, ya sudah, hadapkanlah wajahmu ke mana saja. Sing penting yakin, shalat tetap sah karena kita memang tidak pernah menyembah Ka'bah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abu Abu-Abu Abbasiyah

  Ada tiga fitnah (ujian) besar yang pernah menimpa umat Islam sepeninggal Rasulullah. Pertama, pembunuhan Utsman bin Affan. Ini adalah pemantik awal lahirnya perang saudara berkepanjangan. Kedua, Perang Jamal antara Aisyah binti Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib. Perang ini dikabarkan menelan korban hingga delapan belas ribu shahabat. Fitnah ketiga, konflik al-Walid II dan Yazid III. Ujung dari konflik tersebut adalah naiknya Marwan II yang merupakan khalifah terakhir Bani Umayyah. Pemerintahan Marwan II dikudeta oleh pasukan Abul Abbas As-Saffah dan Abu Muslim Al-Khurasani. Sesuai namanya, Abul Abbas adalah sosok yang kejam sesuai gelarnya yang berarti “penumpah darah”. Daftar kekejamannya bisa dibaca di bukunya Hamka, Sejarah Umat Islam, atau dalam kitab-kitab klasik tentang sejarah Islam. Ibnu Atsir, misalnya, menceritakan bahwa Abul Abbas pernah makan malam di atas mayat-mayat anggota Bani Umayyah. Bani Umayyah memang dibabat habis saat Abbasiyah didirikan, bahkan kuburan keraj

Peran Sejarah

Semilir angin Makkah menggerakkan jenggot di bawah bibir manyun Abu Jahal dan para sekutunya. Makin ruwet saja urusan mereka dengan Rasulullah. Sudah lima tahun #Islam menjadi trending topic di kota penuh berhala itu. Hate speech dan hoaks tidak mampu membendung laju dakwah. Musuh-musuh Rasul makin naik pitam dan meningkatkan tensi intimidasi fisik sehingga orang-orang lemah dari kaum muslimin mengalami penderitaan yang mengerikan. Di masa-masa berat itulah Allah mewahyukan Surah Alkahfi. Alih-alih berisi ayat tentang kesabaran atau bagaimana menghadapi ketidakadilan, Surah Alkahfi justru dipenuhi dengan kisah. Menurut para ulama, hikmah tersembunyi dari surah menjadi gamblang ketika Rasulullah berkata, “berpencarlah kalian di muka bumi ini!” Para shahabat bertanya, “kemana kami harus pergi, ya Rasulallah?” “Ke sana,” jawab Rasul sambil menunjuk ke arah Habasyah. Rupanya Rasul mengambil ibrah dari kisah hijrahnya pemuda Kahfi yang menjadi korban persekusi di masanya. Pengarusutamaan

Lelaki Lembut Bernyali

Abu Bakar meradang dan menarik jenggot Umar, “Apa-apaan kau Ibnu Khattab! Rasulullah telah menunjuknya sebagai pemimpin, kemudian kau menyuruhku mencopotnya!” Ya, inilah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sering terisak saat membaca Alquran. Beliau yang dikhawatirkan Aisyah tak akan mampu menggantikan Rasulullah mengimami shalat lantaran terlalu sensitif hatinya, terlalu rawan dilahap tangis. Lelaki lembut itu kini tengah menunjukkan sisi lain dalam dirinya. Ketika Rasul wafat, Umar berpendapat agar pasukan Usamah bin Zaid tidak perlu melanjutkan jihad ke bumi Syam. (baca: Kesayangan Anak Kesayangan ) Madinah yang baru kehilangan Rasulullah menjadi rentan dikoyak pemberontak, kota itu butuh jaminan keamanan dari para mujahidin. Abu Bakar bersikukuh, ia lebih memilih dicabik-cabik serigala daripada melanggar kehendak Rasulullah. Tak ada ruang ijtihad untuk perkara yang sudah ditetapkan Allah dan Rasulullah.  Usia Usamah yang masih belasan tahun menjadikan ekspedisi jihad kali makin dilematis. U

Gaun Pengantin

Khaulah binti Hakim mendandani putri Ummu Rumman yang hendak menemui kekasihnya. Ummu Rumman turut serta dalam momen itu. Ia pantas berbangga sebab bakal secara utuh menjadi bagian dari keluarga terbaik di semesta. Sang putri melangkah anggun diiringi para remaja yang mendendangkan lagu-lagu kepahlawanan. Kebahagiaan kaum muslimin yang mulai mapan di Madinah semakin bertambah di hari itu. Itulah hari ketika Aisyah binti Abu Bakar akan secara penuh mengabdikan dirinya kepada Rasul. Hari itu Aisyah mengenakan gaun nan elok berbahan sutra bermotif garis merah yang menambah keindahan. Pakaian indah yang didatangkan dari Bahrain. Pakaian yang cepat menjadi populer di kalangan muslimah Madinah. Jomblo yang menikah setelahnya banyak yang meminjam pakaian tersebut untuk dikenakan dalam walimah. Muslimah yang hendak menikah tidak hanya sederhana dalam urusan mahar, mereka juga tidak ribet masalah busana: kenakan seadanya atau pinjam saja. Menikah itu mudah, ia sempurna dengan ucapan “aku terima

Pencil, Penis Kecil

  Aristophanes, penulis drama masa Yunani Kuno menggambarkan ciri-ciri pria ideal sebagai “dada yang berkilau, kulit cerah, bahu lebar, lidah kecil, bokong kuat, dan penis kecil”. Patung-patung pria Yunani yang kita lihat di internet nampaknya memvalidasi ucapan Aristophanes, penis mereka imut! Bagi orang-orang Yunani Kuno penis kecil adalah penanda seseorang tidak dikalahkan oleh nafsunya. Itulah sebabnya patung dewa atau pahlawan memiliki penis yang kecil dan tidak ereksi. Penis besar adalah milik orang-orang bodoh yang logikanya dikalahkan oleh nafsu syahwat. Satyr sing manusia setengah kambing yang suka mabuk adalah salah satu yang divisualisasikan memiliki penis besar. Perkara penis pernah jadi tema penting di beberapa peradaban. Britania Raya era Victoria pernah dirisaukan bukan karena ukuran penis mereka tapi karena warganya yang hobi mengocok penis alias onani. Onani nampaknya memang dibenci banyak pihak. Injil pun menceritakan kebencian tuhan kepada Onan yang membuang-buang