Langsung ke konten utama

Media dan Sumber Belajar

 

Media ada di mana-mana, menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita. Sumber belajar juga melimpah di sekitar kita. Pendidik yang baik tidak akan kekurangan media dan sumber belajar, meskipun tidak ada proyektor, papan tulis, buku dsb. Seluruh alam ini dapat menjadi media dan sumber belajar. “Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?” Allah menyuruh kita untuk belajar dari unta dan gunung serta makhluk lainnya. Bahkan, ketika Rasulullah mendapat perintah membaca (iqra’) di Gua Hira, beliau tidak disodori buku atau kitab, artinya bahan bacaan itu bisa beraneka termasuk kondisi masyarakat Makkah yang terlihat jelas dari mulut gua.

Seorang pendidik haruslah kreatif menemukan dan memanfaatkan segala hal di sekitarnya sebagai media dan sumber belajar. Pemanfaatan hal-hal yang dekat dengan pendidik dan peserta didik akan membuat pembelajaran menjadi lebih luwes dan tidak terkesan dipaksakan. Saya pernah masuk kelas yang siswanya sedang asyik bermain lempar-lemparan bola, maka saya manfaatkan bola itu sebagai media. Siapa yang terkena lemparan bola harus menyebutkan satu mufradat terkait tema yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Ketika Ahmad Dahlan awal-awal mengajar di sekolah Belanda, ada anak kentut keras sekali di kelas, maka Ahmad Dahlan mengambil kesempatan itu untuk membahas kekuasaan Allah yang membuat kita bisa kentut sehingga perut kita tidak meledak karena kelebihan muatan. Guru yang cerdas memang lebih membahagiakan.

Rasulullah pun mencontohkan kepiawaian beliau memanfaatkan hal-hal di sekitar sebagai media dan sumber belajar. "Rasulullah saw. pernah memperoleh beberapa orang tawanan perang. Ternyata dari tawanan tersebut ada seorang perempuan yang biasa menyusui anak kecil, apabila dia mendapatkan anak kecil dalam tawanan tersebut, maka ia akan mengambilnya dan menyusuinya. Lalu Nabi saw. bersabda kepada kami, “Menurut kalian, apakah perempuan itu tega melemparkan bayinya ke dalam api?” Kami menjawab, “Sesungguhnya ia tidak akan tega melemparkan anaknya ke dalam api selama ia masih sanggup menghindarkannya dari api tersebut.” Lalu beliau saw. bersabda, “Sungguh, kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang perempuan itu terhadap anaknya.” (HR. Bukhari: 5540).

Dalam hadis yang lain disebutkan, "Kami duduk bersama Rasulullah saw. kemudian beliau melihat bulan purnama, tepatnya malam tanggal empat belas. Beliau bersabda, "Kalian akan melihat Tuhan kalian seperti kalian melihat rembulan ini, tidak ada yang menghalangi pandangan kalian. Jika kalian mampu untuk melaksanakan shalat sebelum terbit dan tenggelamnya matahari, maka lakukanlah." Dari bulan ke Tuhan, ditutup dengan ajakan shalat. Cerdas sekali. Rasulullah memiliki keutamaan dalam menata kata yang ringkas, padat dan bermakna (jawami’ul kalim). Seorang guru juga mesti mengasah wawasan agar lebih jeli melihat setiap kesempatan, merangkainya dengan kata yang mengena agar pembelajaran lebih bermakna. Guru harus memiliki diksi yang berjuta, bukan hanya bisa berbicara klise tentang kopi dan senja.

Selain contoh di atas ada pula riwayat bahwa ketika Muhammad saw. mendengar kecemburuan Sa’adz bin Ubaidah yang berkata, “Seandainya aku melihat ada seorang laki-laki bersama istriku, aku pasti akan memenggalnya dengan sisi pedangku yang tajam!” Muhammad saw. kemudian ia memanfaatkan momentum tersebut untuk menggambarkan kecemburuan Allah kepada umatnya yang berbuat keji.

Pemanfaatan hal-hal di sekitar peserta didik memiliki daya pikat agar peserta didik lebih fokus belajar. Suryabrata (2008) menyatakan bahwa meskipun tingkat atensi seseorang berbeda-beda, namun atensi yang terbentuk secara spontan dari pengaruh situasional akan cenderung berlangsung lebih lama dan lebih intensif daripada atensi yang disengaja. Ketika seseorang dihadapkan dengan realitas unik atau menarik dalam sebuah momentum maka ia akan memberi atensi tanpa paksaan, tanpa perlu instruksi dari pihak lain. Jangan jadi guru yang memaksa!

Hati bila dipaksakan

Pasti tak ‘kan baik

Pantasnya kamu mencintai

Yang juga cintai dirimu

Cinta kamu

(Pelan-Pelan Saja, Kotak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pencil, Penis Kecil

  Aristophanes, penulis drama masa Yunani Kuno menggambarkan ciri-ciri pria ideal sebagai “dada yang berkilau, kulit cerah, bahu lebar, lidah kecil, bokong kuat, dan penis kecil”. Patung-patung pria Yunani yang kita lihat di internet nampaknya memvalidasi ucapan Aristophanes, penis mereka imut! Bagi orang-orang Yunani Kuno penis kecil adalah penanda seseorang tidak dikalahkan oleh nafsunya. Itulah sebabnya patung dewa atau pahlawan memiliki penis yang kecil dan tidak ereksi. Penis besar adalah milik orang-orang bodoh yang logikanya dikalahkan oleh nafsu syahwat. Satyr sing manusia setengah kambing yang suka mabuk adalah salah satu yang divisualisasikan memiliki penis besar. Perkara penis pernah jadi tema penting di beberapa peradaban. Britania Raya era Victoria pernah dirisaukan bukan karena ukuran penis mereka tapi karena warganya yang hobi mengocok penis alias onani. Onani nampaknya memang dibenci banyak pihak. Injil pun menceritakan kebencian tuhan kepada Onan yang membuang-bu...

Membaca Buku

Saya tidak suka membaca buku, kecuali nemuin buku yang benar-benar klik dengan selera saya. Semua orang barangkali sama, semua bisa suka membaca asalkan ketemu buku yang tepat. Satu-satunya cara untuk menemukan buku yang tepat tentu saja dengan terus membaca.  Membaca mestinya bukan pilihan tapi keharusan. Perintah pertama dalam agama adalah “bacalah!” Benci membaca itu kriminal. Kata Joseph Brodsky, “Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya.”  Sempatkan waktu untuk membaca, jangan membaca hanya jika sempat. Tingkat literasi masyarakat NKRI harga mati adalah 0.001, artinya dari 1000 orang hanya ada satu yang minat membaca. Rata-rata warga Indonesia hanya membaca 0-1 buku setahun, bandingkan dengan warga Jepang yang rata-rata membaca 10-15 buku atau warga Amerika yang membaca 10-20 buku. Bangsa Yahudi jadi digdaya juga lantaran sadar pentingnya membaca. Orang-orang Yahudi dituntut belajar membaca dan menulis setelah Yerusalem ...

Keajaiban

Aku punya hidup yang biasa saja. Bagi orang lain mungkin begitu tapi bagiku tidak. Ini adalah hidup penuh keajaiban. Aku mengetik cerita ini sambil menikmati camilan yang baru saja diantar ke ruang kerjaku. Kepalaku memang agak nyut-nyutan karena baru saja menuntaskan koreksian. Sakit yang tak seberapa, tak ada apa-apanya dibanding kerja keras orang tuaku menafkahi aku. Aku lahir di keluarga yang sederhana karena terpaksa. Sewaktu kecil kami sering makan olahan nasi sisa karena tak ada cukup beras untuk dimakan. Bapakku sering hanya makan umbi-umbian yang ditanam sendiri. Ibuku kadang harus menjual isi rumah agar aku bisa berangkat sekolah. Aku menjalani hidup dengan mencemooh mimpi-mimpi besar, menganggapnya omong kosong. Takdirku adalah menjadi masyarakat agraris yang kampungnya tidak pernah mencium aspal. Masa depanku akan biasa-biasa saja, seperti keluargaku atau tetanggaku. Pikirku akan begitu. Dulu aku memimpikan punya rumah tingkat seperti yang sering kulihat saat sepedaan ke se...

Kaizen

Skripsi gak rampung-rampung, tugas ketabrak tenggat waktu, banyak hal-hal penting terbengkalai karena kebiasaan menunda. “Sometimes later becomes never.”  Sering kali “nanti” berarti “tak terjadi”. Tidak ada waktu yang tepat, kerjakan saja selagi masih ada waktu. Tak sulit mencari alasan untuk menunda tapi menunda lambat laun mematikan alasanmu memulai. Hal-hal baik hanya perlu dimulai. Orang-orang Jepang punya prinsip Kaizen, membiasakan diri untuk konsisten melakukan sesuatu meskipun kecil. Secara harfiah “Kai-zen” berasal dari kata “Kai” yang artinya “perubahan” dan “Zen” yang berarti “kebijaksanaan”. Sisihkan waktu semenit saja untuk membentuk karakter baik dalam diri kita atau mencapai impian kita. Sempatkan baca selembar saja setiap hari, hafalkan satu ayat saja setiap pagi atau hal lainnya yang pengin kamu capai. Setiap hari menulis satu paragraf, berlari semenit, apa saja, jangan lihat kecilnya tapi konsistensinya. Target kecil akan membuat kamu lebih muda mencapainya. Se...