Langsung ke konten utama

Salah Kaprah Madinah

Kota sarang penyakit yang lembah-lembahnya mengalirkan air keruh penuh dengan kuman. Kota yang sudah lelah dan bosan dengan pertikaian di antara penduduknya yang berwatak keras dan arogan. Kota yang ekonominya dikacaukan oleh hegemoni pasar Yahudi. Kota itulah yang kemudian disebut dengan Madinah.

Hijrah tidak memberikan kelapangan hidup dengan tiba-tiba bagi Kaum Muhajirin. Ia tidak juga menawarkan cinta sebagaimana Makkah. Rasul bersabda, “demi Allah, engkau (Makkah) adalah sebaik-baik bumi, dan bumi Allah yang paling dicintai-Nya. Seandainya Aku tidak diusir darimu, aku tidak akan pernah keluar (meninggalkanmu).”

Banyak Kaum Muhajirin yang tertimpa wabah ketika tiba di Madinah. Saat Aisyah berkunjung ke rumah Abu Bakar, ia mendapatinya sedang sakit parah bersama Bilal dan Amir bin Fuhairah. Ketiga shahabat tersebut bahkan tidak menyadari apa yang mereka katakan karena parahnya kondisi mereka. Mengetahui hal itu Rasul berdoa, “ya Allah jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu.”

Ketika Rasul melihat petani Madinah mengawinkan kurma, beliau berkomentar bahwa tanpa proses seperti itu pun kurma akan tetap berbuah dengan baik. Setelah mengikuti saran Rasul ternyata hasil pertanian Madinah menjadi jelek. Rasul yang menyadari kesalahannya kemudian bersabda, “kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Demikianlah, Kaum Muhajirin dihadapkan pada kenyataan bahwa Madinah bukanlah pusat perdagangan melainkan daerah pertanian, sesuatu yang tidak mereka kuasai.

Keberkahan Rasul dengan para shahabat perlahan mengikis kemuraman Madinah. Kecerdasan Rasul dalam mengombinasikan potensi Kaum Muhajirin dan Anshar perlahan menyembuhkan kota itu. Kapitalisme ala pasar Yahudi menjadi tumpul saat Abdurrahman bin Auf mulai mendakwahkan ekonomi syariah. Madinah bahkan menjelma menjadi benteng kokoh yang tak tertembus di saat Pasukan Ahzab menyerbu. Madinah yang bercahaya…

Rasul mendatangi Madinah dengan perjalanan yang melelahkan mengendarai unta bukan Buraq. Seakan-akan kota itu sejak awal ingin mengisahkan kesabaran. Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media dan Sumber Belajar

  Media ada di mana-mana, menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita. Sumber belajar juga melimpah di sekitar kita. Pendidik yang baik tidak akan kekurangan media dan sumber belajar, meskipun tidak ada proyektor, papan tulis, buku dsb. Seluruh alam ini dapat menjadi media dan sumber belajar. “Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?” Allah menyuruh kita untuk belajar dari unta dan gunung serta makhluk lainnya. Bahkan, ketika Rasulullah mendapat perintah membaca ( iqra’ ) di Gua Hira, beliau tidak disodori buku atau kitab, artinya bahan bacaan itu bisa beraneka termasuk kondisi masyarakat Makkah yang terlihat jelas dari mulut gua. Seorang pendidik haruslah kreatif menemukan dan memanfaatkan segala hal di sekitarnya sebagai media dan sumber belajar. Pemanfaatan hal-hal yang dekat dengan pendidik dan peserta didik akan membuat pembelajaran menjadi lebih luwes dan tidak terkesan dip...

Pencil, Penis Kecil

  Aristophanes, penulis drama masa Yunani Kuno menggambarkan ciri-ciri pria ideal sebagai “dada yang berkilau, kulit cerah, bahu lebar, lidah kecil, bokong kuat, dan penis kecil”. Patung-patung pria Yunani yang kita lihat di internet nampaknya memvalidasi ucapan Aristophanes, penis mereka imut! Bagi orang-orang Yunani Kuno penis kecil adalah penanda seseorang tidak dikalahkan oleh nafsunya. Itulah sebabnya patung dewa atau pahlawan memiliki penis yang kecil dan tidak ereksi. Penis besar adalah milik orang-orang bodoh yang logikanya dikalahkan oleh nafsu syahwat. Satyr sing manusia setengah kambing yang suka mabuk adalah salah satu yang divisualisasikan memiliki penis besar. Perkara penis pernah jadi tema penting di beberapa peradaban. Britania Raya era Victoria pernah dirisaukan bukan karena ukuran penis mereka tapi karena warganya yang hobi mengocok penis alias onani. Onani nampaknya memang dibenci banyak pihak. Injil pun menceritakan kebencian tuhan kepada Onan yang membuang-bu...

Membaca Buku

Saya tidak suka membaca buku, kecuali nemuin buku yang benar-benar klik dengan selera saya. Semua orang barangkali sama, semua bisa suka membaca asalkan ketemu buku yang tepat. Satu-satunya cara untuk menemukan buku yang tepat tentu saja dengan terus membaca.  Membaca mestinya bukan pilihan tapi keharusan. Perintah pertama dalam agama adalah “bacalah!” Benci membaca itu kriminal. Kata Joseph Brodsky, “Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya.”  Sempatkan waktu untuk membaca, jangan membaca hanya jika sempat. Tingkat literasi masyarakat NKRI harga mati adalah 0.001, artinya dari 1000 orang hanya ada satu yang minat membaca. Rata-rata warga Indonesia hanya membaca 0-1 buku setahun, bandingkan dengan warga Jepang yang rata-rata membaca 10-15 buku atau warga Amerika yang membaca 10-20 buku. Bangsa Yahudi jadi digdaya juga lantaran sadar pentingnya membaca. Orang-orang Yahudi dituntut belajar membaca dan menulis setelah Yerusalem ...

Keajaiban

Aku punya hidup yang biasa saja. Bagi orang lain mungkin begitu tapi bagiku tidak. Ini adalah hidup penuh keajaiban. Aku mengetik cerita ini sambil menikmati camilan yang baru saja diantar ke ruang kerjaku. Kepalaku memang agak nyut-nyutan karena baru saja menuntaskan koreksian. Sakit yang tak seberapa, tak ada apa-apanya dibanding kerja keras orang tuaku menafkahi aku. Aku lahir di keluarga yang sederhana karena terpaksa. Sewaktu kecil kami sering makan olahan nasi sisa karena tak ada cukup beras untuk dimakan. Bapakku sering hanya makan umbi-umbian yang ditanam sendiri. Ibuku kadang harus menjual isi rumah agar aku bisa berangkat sekolah. Aku menjalani hidup dengan mencemooh mimpi-mimpi besar, menganggapnya omong kosong. Takdirku adalah menjadi masyarakat agraris yang kampungnya tidak pernah mencium aspal. Masa depanku akan biasa-biasa saja, seperti keluargaku atau tetanggaku. Pikirku akan begitu. Dulu aku memimpikan punya rumah tingkat seperti yang sering kulihat saat sepedaan ke se...

Kaizen

Skripsi gak rampung-rampung, tugas ketabrak tenggat waktu, banyak hal-hal penting terbengkalai karena kebiasaan menunda. “Sometimes later becomes never.”  Sering kali “nanti” berarti “tak terjadi”. Tidak ada waktu yang tepat, kerjakan saja selagi masih ada waktu. Tak sulit mencari alasan untuk menunda tapi menunda lambat laun mematikan alasanmu memulai. Hal-hal baik hanya perlu dimulai. Orang-orang Jepang punya prinsip Kaizen, membiasakan diri untuk konsisten melakukan sesuatu meskipun kecil. Secara harfiah “Kai-zen” berasal dari kata “Kai” yang artinya “perubahan” dan “Zen” yang berarti “kebijaksanaan”. Sisihkan waktu semenit saja untuk membentuk karakter baik dalam diri kita atau mencapai impian kita. Sempatkan baca selembar saja setiap hari, hafalkan satu ayat saja setiap pagi atau hal lainnya yang pengin kamu capai. Setiap hari menulis satu paragraf, berlari semenit, apa saja, jangan lihat kecilnya tapi konsistensinya. Target kecil akan membuat kamu lebih muda mencapainya. Se...